Alamat :

بسم الله الرحمن الرحيم

Majelis Ta’lim

AL-KAAFUUR

الكافور

ان الابراريشربون من كاس كان مزاجها كا فورا    الانسان : ه

DESA PAMULIHAN KECAMATAN PAMULIHAN – SUMEDANG TELP : (022)7911943

Selasa, 02 November 2010

Wudhu

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَصَلَّى وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَجَاءَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ فَصَلَّى ثُمَّ سَلَّمَ فَقَالَ وَعَلَيْكَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ فَأَعْلِمْنِي

Abu Hurairah meriwayatkan, seseorang memasuki mesjid di kala Rasulullah saw sedang berada di  sana, orang itu mengerjakan sholat lalu menghampiri nabi saw dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi saw menjawab salam lalu berkata, kembalilah sholat sesungguhnya kamu tadi belum mengerjakan sholat. Maka orang itu pun kembali mengerjakan sholat seperti yang ia kerjakan tadi, kemudian ia kembali dan mengucapkan salam kepada beliau, lalu nabi menjawab salamnya dan berkata, kembalilah mengerjakan sholat sesungguhnya kamu tadi belum mengerjakannya. Orang itu pun kembali mengerjakan seperti semula, kemudian ia kembali dan mengucapkan salam kepada nabi saw beliau menjawab salamnya dan berkata, kembalilah kerjakan sholat sesungguhnya kamu tadi belum mengerjakan sholat, beliau mengulanginya tiga kali. Mendengar itu orang tadi berkata "Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran wahai Rasulullah aku tidak bisa mengerjakan sholat yang lebih baik dari apa yang telah aku kerjakan, karena itu ajarilah aku " Rasulullah saw bersabda:

: قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغْ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ
 فَكَبِّرْ وَاقْرَأْ بِمَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَسْتَوِيَ وَتَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَسْتَوِيَ قَائِمًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَ

Jika kamu berdiri hendak mengerjakan sholat, bertakbirlah lalu bacalah beberapa ayat suci Al Qur'an sebisamu, lalu rukuklah dengan tumakninah, lalu angkatlah sampai kamu benar-benar berdiri tegak (I'tidal), lalu sujudlah dengan tumakninah, lalu duduklah dengan tumakninah, lalu sujudlah dengan tumakninah. Demikian ini kerjakan dalam setiap rakaat sholatm. (HR Bukhari)
          Dari peristiwa hadits di atas para ulama membagi permasalahan sholat, ada yang disebut syarat, ada yang disebut rukun, kewajiban dan sunnah, serta ada yang disebut penghalang.
            Berdasarkan hadits tadi kita melihat bahwa syarat sholat itu diantaranya, wudhu dan menghadap kiblat.

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ زَنْجَوَيْهِ الْبَغْدَادِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ قَرْمٍ عَنْ أَبِي يَحْيَى الْقَتَّاتِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ الصَّلَاةُ وَمِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الْوُضُوءُ
Dari Jabbir ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda " Kunci pembuka sorga itu adalah sholat dan kunci pembuka sholat adalah berwudhu. (HR Tirmidzi)
الوُضُءُ, jika huruf wawnya dibaca dhomma الوُضُءُ artinya adalah menunjuk kepada pekerjaan, yaitu berwudhu. Tapi jika huruf wawnya dibaca fathah الوَضُءُ , artinya air yang di pergunakan untuk berwudhu.
من اَلْوَضَاءَةُ،
Mencuci dan mengusap atas
Kebersihan, kecemerlangan.
 وهي الحسن،, artinya membaguskan.
وفي الشرع: الغُسْلُ والْمَسْحُ على أَعْضَاءِ مَخْصُوْصَةٍ، وَقِيْلَ: إِيْصَالُ الْمَاءِ إِلَى الأَعْضَاءِ الأَرْبَعَةِ مَعَ النِّيَةِ.
Dan dalam istilah syar'i, artinya mencuci dan mengusap atas anggota wudhu yang di khususkan, ada yang mengatakan mengalirkan air pada anggota wudhu yang empat dengan disertai niat. التعريفات - (ج 1 / ص 84

6. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا وُضُوءَ لَهُ وَلَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah ia berkata, Tidak ada sholat orang yang tidak berwudhu dan tidak ada wudhu orang yang tidak membaca bismillah. سنن أبي داود - ج 1 / ص 141

378 - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ قَالَ حَدَّثَنِي قَتَادَةُ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ حُرَيْثِ بْنِ قَبِيصَةَ قَالَ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَقُلْتُ اللَّهُمَّ يَسِّرْ لِي جَلِيسًا صَالِحًا قَالَ فَجَلَسْتُ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ إِنِّي سَأَلْتُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي جَلِيسًا صَالِحًا فَحَدِّثْنِي بِحَدِيثٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَنْفَعَنِي بِهِ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ
Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya  amal yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah sholatnya. Jika  sholatnya benar, maka ia telah beruntung dan selamat, tetapi jika sholatnya tidak benar atau rusak maka gagallah amalnya dan merugi. سنن الترمذي - ج 2 / ص 189

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو الطَّاهِرِ وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوْ الْمُؤْمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلَاهُ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنْ الذُّنُوبِ
Apabila seorang hamba mukmin atau muslim berwudhu, maka ketika ia membasuh mukanya, keluarlah dari wajahnya setiap dosa pandangan yang dilakukan oleh matanya bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir. Dan ketika ia mencuci kedua tangannya, keluarlah setiap dosa yang dilakukan secara dholim oleh kedua tangannya bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir. Maka ketika ia mencuci kedua kakinya, keluarlah setiap dosa yang dilangkahkan kakinya bersama air atau tetesan air yang terakhir, sehingga ia keluar dalam keadaan bersih dari dosa-doa. (HR Muslim)

حَدَّثَنِي سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَعْيَنَ حَدَّثَنَا مَعْقِلٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلًا تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى
Dari Umar bin Khothab ra, ia berkata, ada seorang laki-laki berwudhu, tetapi ada kakinya yang tidak kena air selebar kuku, dan hal itu terlihat oleh nabi saw. Karena itu beliau bersabda, ulang kembali lagi berwudhu dan baguskan. Kemudian orang itu kembali membaguskan wudhunya kemudian ia sholat. (HR Muslim)
Pertanyaan : Apakah tata cara wudhu itu dibuat oleh Muhammad saw?
Untuk menjawabnya mari kita lihat di dalam Kitab Sirah Ibnu Hisyam sebagai berikut.

[ تَعْلِيمُ جِبْرِيلَ الرّسُولَ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ الْوُضُوءَ وَالصّلَاةَ ]
Malaikat Jibril mengajari Rasulullah saw wudhu dan sholat

قَالَ ابْنُ إسْحَاقَ : وَحَدّثَنِي بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ الصّلَاةَ حِينَ اُفْتُرِضَتْ عَلَى رَسُولِ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ وَهُوَ بِأَعْلَى مَكَّةَ ، فَهَمَزَ لَهُ بِعَقِبِهِ فِي نَاحِيَةِ الْوَادِي ، فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ عَيْنٌ فَتَوَضّأَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السّلَامُ ، وَرَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يَنْظُرُ إلَيْهِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ الطّهُورُ لِلصّلَاةِ ثُمّ تَوَضّأَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ كَمَا رَأَى جِبْرِيلَ تَوَضّأَ
Ibnu Ishaq berkata bahwa sebagian orang berilmu berkata kepadaku ketika untuk pertama kalinya sholat diwajibkan kepada Rasulullah saw, malaikat jibril datang kepada beliau. Ketika itu beliau sedang berada di atas gunung Makkah. Malaikat Jibril memberi isyarat kepada Rasulullah saw, kemudian ia menghentakkan tumitnya dan dari lembah tersebut memancarlah mata air. Kemudian malaikat Jibril berwudhu sedang Rasulullah saw melihatnya untuk memperhatikan kepada beliau cara bersuci untuk sholat, kemudian beliau berwudhu seperti malaikat Jibril berwudhu.
سيرة ابن هشام - ج 1 / ص 243

Dari kitab sirah di atas kita dapat menarik kesimpulan tentang posisi Muhammad. Bahwa Muhammad itu hanya sebagai seorang utusan dari Allah swt untuk menyampaikan risalahnya. Muhammad tidak dibenarkan membuat sistem syariat yang baru.

يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al Maidah : 67)

قَالَ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَأُبَلِّغُكُمْ مَا أُرْسِلْتُ بِهِ وَلَكِنِّي أَرَاكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ
Ia berkata: "Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan membawanya tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh". (Al Ahqaaf : 23)

تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ(43)وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ(44)لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ(45)ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ
Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.         (Al Haqqah : 43-46)

A. Bacaan-bacaan di dalam Wudhu

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ زَنْجَوَيْهِ الْبَغْدَادِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ قَرْمٍ عَنْ أَبِي يَحْيَى الْقَتَّاتِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ الصَّلَاةُ وَمِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الْوُضُوءُ
Dari Jabbir ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda "Kunci pembuka sorga itu adalah sholat, dan kunci pembuka sholat adalah berwudhu. سنن الترمذى - (ج 1 / ص 8)

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا وُضُوءَ لَهُ وَلَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah ia berkata, Tidak ada sholat orang yang tidak berwudhu dan tidak ada wudhu orang yang tidak membaca bismillah. سنن أبي داود - ج 1 / ص 141

599 - حَدَّثَنِى سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَعْيَنَ حَدَّثَنَا مَعْقِلٌ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَخْبَرَنِى عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ ». فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى.
Dari Umar bin Khothab ra, ia berkata, ada seorang laki-laki berwudhu, tetapi ada kakinya yang tidak kena air selebar kuku, dan hal itu terlihat oleh nabi saw. karena itu beliau bersabda, ulang kembali lagi berwudhu dan baguskanصحيح مسلم - (ج 2 / ص 219)

[ تَعْلِيمُ جِبْرِيلَ الرّسُولَ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ الْوُضُوءَ وَالصّلَاةَ ]
Malaikat Jibril mengajari Rasulullah saw Wudhu dan sholat

قَالَ ابْنُ إسْحَاقَ : وَحَدّثَنِي بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ الصّلَاةَ حِينَ اُفْتُرِضَتْ عَلَى رَسُولِ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ وَهُوَ بِأَعْلَى مَكَّةَ ، فَهَمَزَ لَهُ بِعَقِبِهِ فِي نَاحِيَةِ الْوَادِي ، فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ عَيْنٌ فَتَوَضّأَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السّلَامُ ، وَرَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يَنْظُرُ إلَيْهِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ الطّهُورُ لِلصّلَاةِ ثُمّ تَوَضّأَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ كَمَا رَأَى جِبْرِيلَ تَوَضّأَ
Ibnu Ishaq berkata bahwa sebagian orang berilmu berkata kepadaku ketika untuk pertama sekalinya sholat diwajibkan kepada Rasulullah saw, malaikat Jibril datang kepada beliau ketika itu beliau sedang berada di atas gunung Makkah. Malaikat Jibril memberi isyarat kepada Rasulullah saw, kemudian ia menghentakkan tumitnya dan dari lembah tersebut memancarlah mata air, kemudian malaikat Jibril berwudhu sedang Rasulullah saw melihatnya untuk memperhatikan kepada beliau cara bersuci untuk sholat, kemudian beliau berwudhu seperti malaikat Jibril berwudhu.  سيرة ابن هشام - ج 1 / ص 243

الوضء : بالفتح الماء الذى يَتَوَضَأَ بِهِ  , ialah air yang digunakan untuk berwudhu.

وَأَمَّا بِالضَّمِ فَهُوَ مَصْدَرٌ تَوَضَعَ يُقَالُ تَوَضَّأْ تُ وُضُوْءً dan jika d baca dhommah yakni wudhu merupakan bentuk masdar dari lafaz tawadho'a, dikatakan tadho'tu wudhuan, artinya aku melakukan wudhu dengan sebenarnya. (Musnad Syafei juz 1 hal 29)

قال النووي : باضم : إِذَا أُرِيْدُ الْفِعْلِ الذي هو الْمَصْدَرُ, بِافَتْجِ : إِذَا أُرِيْدُ الْمَاءَ
Imam Nawawi menjelaskan bahwa kata wudhu dibaca dhommah jika yang diinginkan adalah pekerjaan mashdar dan dibaca fatha wadho jika yang diinginkan airnya.

و شرعا : اِسْتِعْمَالُ مَاءٍ طَهُوْرٍ في الأَعْضَاءِ الأَرْبَعَةِ عَلَى صِفَةٍ مخصوصةٍ في الشرع
Dalam istilah hukum Islam, wudhu adalah penggunaan air yang menyucikan pada empat anggota tubuh yang sudah ditentukan dengan cara yang sudah ditentukan oleh syariat.

Niat ( النِّيَّةُ )
Bacaan نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ
Secara bahasa berasal dari kalimat : نَوَى – نَوَاةً – وَنِيَّةً
artinya قَصَدَهُ وَعَزَمَ عَلَيْهِ bermaksud, berniat.
نَوَاكَ اللهُ بِخَيْرٍ أي قَصَدَكَ بَهِ  Allah berniat baik kepadamu, maksudnya Allah bermaksud baik kepadamu.
   نَوَيْتُ السَّفَرَ أي قَصَدْتُهُ وَعَزَمْتُ عَلَيْهِ Aku berniat saffar, maksudnya saya bermaksud dan ber'azam safar.
Secara Istilah
تَوَجُّهُ الْقَلْبِ جِهَةَ الْفِعْلِ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى وَامْتِثَالاً لِأَمْرِهِ , artinya, menghadapkan hati ke arah pekerjaan karena mengharap Ridho Allah dan karena melaksanakan perintahnya.
Menurut Ibnu Qoyyim

النية : هِيَ الْقَصْدُ وَالْعَزْمُ عَلىَ فِعْلِ الشَّيِئِ وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ لا تُعَلِّقُ لَهَا بِاللِّسَانِ أَصْلاً
Artinya : Niat itu maksud dan tekad untuk mengerjakan sesuatu, tempatnya adalah di dalam hati dan secara asal tidak berkaitan dengan lisan.

Hadits tentang Niat
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Sesungguhnya amal itu tergantung pada setiap niatnya dan sesungguhnya segala sesuatu itu tergantung apa yang diniatkan. Dan barang siapa yang hijrahnya dalam rangka memporoleh dunia maka ia akan mendapatkan dunia atau hijrah karena seorang wanita yang akan ia nikahi maka hijrahnya kepada sesuatu yang ia niatkan dalam hijrahnya.        (HR Bukhari)

Mari kita lihat Asbubul Wurud (latar belakang Rasulullah mengeluarkan sabdanya) dalam Fathul Bari juz 1 hal 10

ورواه الطبراني من طريق أخرى عن الأعمش بلفظ كَانَ فِيْنَا رَجُلٌ خَطَبَ اِمْرَأَةً يُقَالُ لَهَا أُمُّ قَيْسٍ فَأَبَتْ أَنْ تَتَزَوَّجَهُ حَتَّى يُهَاجِرَ فَهَاجَرَ فَتَزَوَّجَهَا فَكَنَا نَسَمِّيْهِ   مُهَاجِرَ أُمُّ قَيْسٍ  وهذا إسناد صحيح على شرط الشيخين
Di kalangan kami ada seorang laki-laki yang menghitbah seorang perempuan yang dipanggil Ummu Qois. Ummu Qoyis menolak untuk dinikahi kecuali sang pelamar ikut berhijra., Kemudian lelaki itu pun ikut hijrah kemudian menikahi Ummu Qoyis, maka laki-laki itu kami namakan orang yang berhijrah karena Ummu Qoyis.

كُلُّ فِعْلٍ تَوَفَّرَ سَبَبَهُ عَلَى عَهْدِ النبي - صلى الله عليه وسلم - وَلَمْ يَفْعَلْهُ فَالْمَشْرُوْعُ تَرْكُهُ
Setiap pekerjaan memenuhi persyaratan motifnya atas sisi Nabi saw, dan beliau saw tidak mengerjakannya dan yang masruq adalah meninggalkannya.

الْوَضَاءَةُ وَهِيَ النَّظَافَةُ والحسن Kata wudhu berasal dari akar kata al wadho atu, yang berarti bersih dan cerah.
، وَسُمِّيَ بِذَلِكَ لِأَنَّ الْمُصَلِّي يَتَنَظَّفَ بِهِ فَيَصِير وَضِيئًا, hal itu karena seseorang yang sholat terlebih dahulu membersihkan dirinya dengan jalan melakukan wudhu sehingga ia menjadi bersih dan cerah. فتح الباري لابن حجر - (ج 1 / ص 214)

مجموع فتاوى ابن باز - (ج 11 / ص 90)
س : إذا تَلَفَّظْتُ في دَاخَلِ المسجد وقلت : اللهم إني نويت الوضوء لصلاة العصر مثلا ، أو نَوَيْتُ الصَّلاةَ بِهَذِهِ الطَّرِيْقَةِ هَلْ هَذَا يُعْتَبَرُ بِدْعَةٌ؟
Syekh bin Baz ditanya, jika aku mengucapkah niat ketika akan memasuki masjid, ya Allah aku sengaja melakukan wudhu untuk melaksanakan sholat asar misalnya, atau aku sengaja melakukan sholat dengan melewati jalan ini, apakah itu termasuk dalam katagori bid'ah.

ج : ليس التَّلَفُّظُ بالنية لا في الصلاة ولا في الوضوء بمشروع ؛ لأن النيةَ مَحَلُّهَا القَلْبَ ، فيأتي الْمَرْءُ إِلَى الصَّلاةِ بِنِيَّةِ الصَّلاةِ وَيَكْفِي ،
Syaikh bin Baz menjawab, tidak mengucapkan niat tidak pada sholat maupun pada berwudhu disyariatkan, karena niat itu adalah pekerjaan hati, tidaklah datangnya seseorang ke masjid kecuali dengan niat sholat dan itu sudah mencukupi.

الفواكه الدواني على رسالة ابن أبي زيد القيرواني - (ج 2 / ص 94)
 نَوَيْت الْوُضُوءَ الَّذِي أَمَرَ اللَّهُ بِهِ صَحَّ ، وَمَحَلُّ النِّيَّةِ الْقَلْبُ فَلَا يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِهَا بَلْ الْأَفْضَلُ تَرْكُ التَّلَفُّظِ
(الجزء رقم : 10، الصفحة رقم: 424)
سنن الترمذى - (ج 1 / ص 46)
25 - حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِىٍّ الْجَهْضَمِىُّ وَبِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ الْعَقَدِىُّ قَالاَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَرْمَلَةَ عَنْ أَبِى ثِفَالٍ الْمُرِّىِّ عَنْ رَبَاحِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى سُفْيَانَ بْنِ حُوَيْطِبٍ عَنْ جَدَّتِهِ عَنْ أَبِيهَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « لاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ ».
Dari Abu Hurairah Ra, dia berkata, Rasulullah saw bersabda, tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah.

ولا شَكَّ أَنْ طَرِقَ الْحَدِيْثِ تَنْهَضُ للاِجْتِجَاجِ بِهَا, وَقَد حَسَّنَهُ ابنُ الصَّلاَ وَابنُ كَشِير , ومِمَّنْ صَحَّحَ هَذاَ الْحَدِيثَ : المنذري وابن القيم والصنعاني و الشوكاني وأحمد شاكر
As Syaukani mengatakan, tidak diragukan lagi bahwa sanad-sanad hadits membuatnya layak untuk dijadikan hujjah. Ibnu As Sholah dan Ibnu menilai hadits tersebut hassan, di antara ulama yang menilai hadits ini shohih adalah Al Munziri, Ibnul Qoyyim, Ash Shon'ani, Asy Syaukani dan Ahmad Syakir.

لا وَضُوْءَ (لا) نَافِيَةٌ للجنس و (وضوءَ) اِسْمُهَا, وَالأَصْلُ أَنَّ النَفِيَّ نَفِيٌ لِلْصِحَةِ
La wudhu'a, kata laa di sini berfungsi meniadakan jenis, kata wudhu menjadi isim laa, sesuai asalnya penafian di sini adalah penafian ke absahan (tidak sah wudhunya).

اسم الله : المراد به قول (باسم الله)
Ismallah maksudnya adalah bacaan basmallah.

قال النووي : التسمية أن يَقُوْلَ (باسم الله) فَتَحْصُلُ السُّنَّةُ, وإن قال بسم الله الرحمن الرحيم فهو أَكْمَلُ
An Nawawi mengatakan, tasmiyah adalah membaca Basmallah, dengan begitu kesunnahan dapat diperoleh. Jika dibaca bismillahirrahmanirrahim maka itu lebih sempurna.

Doa di dalam Wudhu

انبانا ابن خيرون عن الجوهري عن الدارقطني عن ابي حاتم بن حبان قال انا يعقوب بن اسحاق القاضي قال انا احمد بن هاشم الخوارزمي قال انا عُباَدَ بْنُ صَهَيْبٍ عن حميد الطويل عن انس قال دخلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم وبين يديه اناء من ماء فقال لي
يا أنس اُدْنُ مِنيِّ أُعَلِّمُكَ
مَقَادِيْرَ الْوُضُوْءِ فَدَنَوْتُ فلما أَنْ غَسَلَ يَدَيْهِ قال بسم الله والحمد لله ولا حول ولا قوة إلا بالله فلما استنجى قال اللهم حصن فرجي ويسر لي أمري فَلَمَّا تَوَضَأَ وَاسْتَنْشَقَ قال اللهم لقني حجتي ولا تحرمني رائحة الجنة فلما غسل وَجَهَهُ قال اللهم بيض وجهي يوم تبيض وجوه فلما أَنْ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ قال اللهم أعطني كتابي بيميني فلما أَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلىَ رَأْسِهِ قال اللهم أغثنا برحمتك وجنبنا عذابك فلما أن غسل قدميه قال اللهم ثبت قدمي يوم تزل فيه الأقدام ثم قال والذي بعثني بالحق يا أنس ما من عبد قالها عند وضوئه لم تَقْطُرْ مِن خَلَلِ أَصَابِعِهِ قَطْرَة ٌإِلاَّ خلق الله تعالى ملكا يسبحُ اللهَ بَسَبْعِيْنَ لِسَانًا يكون ثَوَابُ ذَلِكَ التَسْبِيْحُ له إلى يوم القيامة "
Wahai Anas dekatlah kepadaku agar aku ajarkan engkau cara-cara berwudhu, lalu aku mendekatkan kepada beliau. Ketika beliau mencuci kedua tangannya beliau membaca بسم الله والحمد لله ولا حول ولا قوة إلا بالله Ketika beliau beristinja beliau membaca اللهم حَصِّنْ فَرْجِي ويَسِّرْ لي أمري Takkala beliau berwudhu dan memasukkan air ke hidung beliau membaca اللهم لَقِنِّي حُجَّتِي ولا تَحْرِمْنِي رَائِحَةَ الْجَنَّةَ ketika beliau mecuci mukanya beliau berkata اللهم بَيِّضْ وَجْهِي يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهُ ketika beliau mencuci kedua hastanya beliau berkata اللهم أعطني كتابي بيميني ketika beliau mengusapkan tangannya atas kepalanya beliau membaca اللهم أَغِثْنَا بِرَحْمَتِكَ وَجَنِّبْنَا عذابك ketika beliau mencuci kedua telapak kakinya beliau membaca اللهم ثبت قدمي يوم تَزِلُّ فيه الأقدامُ,
ثم قال والذي بعثني بالحق يا أنس ما من عبد قالها عند وضوئه لم تَقْطُرْ مِن خَلَلِ أَصَابِعِهِ قَطْرَة ٌإِلاَّ خلق الله تعالى ملكا يسبحُ اللهَ بِسَبْعِيْنَ لِسَانًا يكون ثَوَابُ ذَلِكَ التَسْبِيْحُ له إلى يوم القيامة
Kemudian beliau berkata, demi yang telah mengutus aku dengan membawa kebenaran. Wahai Anas, tidak ada seorang hamba pun yang mengucapkannya waktu dia berwudhu, tidak akan menetes satu tetes pun dari sela-sela jari-jarinya melainkan Allah akan menciptakan seorang malaikat yang tetap bertasbih memuji nama Allah dengan 70 banyak lidahnya dari tasbih malaikat yang diperuntukkan untuknya sampai hari kiamat.
 العِلَلُ الْمُتَنَاهِيَّةُ - (ج 1 / ص 338)
Hadits ini tidak ada asal usulnya sama sekali لا أصل له
فيه عُبَادَةُ بْنٌ صَهَيْبٍ مُتَّهَمٌ وقال البخاري والنسائي متروك


Doa Setelah Wudhu
صحيح مسلم - (ج 1 / ص 144)
576 - وَحَدَّثَنِى أَبُو عُثْمَانَ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ كَانَتْ عَلَيْنَا رِعَايَةُ الإِبِلِ فَجَاءَتْ نَوْبَتِى فَرَوَّحْتُهَا بِعَشِىٍّ فَأَدْرَكْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَائِمًا يُحَدِّثُ النَّاسَ فَأَدْرَكْتُ مِنْ قَوْلِهِ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ ». قَالَ فَقُلْتُ مَا أَجْوَدَ هَذِهِ. فَإِذَا قَائِلٌ بَيْنَ يَدَىَّ يَقُولُ الَّتِى قَبْلَهَا أَجْوَدُ. فَنَظَرْتُ فَإِذَا عُمَرُ قَالَ إِنِّى قَدْ رَأَيْتُكَ جِئْتَ آنِفًا قَالَ « مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ - أَوْ فَيُسْبِغُ - الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ ».
Dari Umar ra, dia berkata, Rasulullah saw bersabda, tidak ada seorang pun dari kalian yang menyempurnakan wudhunya lalu membaca doa: Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, yang satu tidak ada sekutu baginya dan bahwa Muhammad adalah utusannya, kecuali delapan pintu sorga akan dibukakan baginya, dia dapat masuk dari pintu mana saja yang dia inginkan.

Dalam riwayat Tirmidzi terdapat tambahan.
55 - حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عِمْرَانَ الثَّعْلَبِىُّ الْكُوفِىُّ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَابٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ الدِّمَشْقِىِّ عَنْ أَبِى إِدْرِيسَ الْخَوْلاَنِىِّ وَأَبِى عُثْمَانَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ ».
Ya  Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang yang suciسنن الترمذى - (ج 1 / ص 97)

 وَهَذَا حَدِيثٌ فِى إِسْنَادِهِ اضْطِرَابٌ وَلاَ يَصِحُّ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى هَذَا الْبَابِ كَبِيرُ شَىْءٍ. قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَبُو إِدْرِيسَ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ عُمَرَ شَيْئًا.
Hadits ini di dalam isnadnya terdapat kegoncongan dan tidak sah datangnya dari Nabi saw. Imam Bukhari berkata, Abu Idris itu tidak mendengar dari Umar sesuatu apapun.

B.  Perbedaan dalam Berwudhu
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan kepada kalian untuk mendengar dan taat, sekalipun yang menjadi pemimpin adalah budak habsyi, dan sesungguhnya barang siapa yang menyaksikan setelah peninggalanku ia akan banyak menemukan perbedaan, dan hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaur yang diberi petunjuk. Peganglah dengan kuat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan jauhilah kalian dari perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setip bid'ah adalah kesesatan. (HR Ahmad)

6. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.

Membasuh tangan sampai siku
واختلفوا في إِدْخَالِ الْمِرْافَقِ فِيْهَا

Para ulama berbeda pendapat dalam membasuh siku.
، فَذَهَبَ الْجُمْهُوْرُ ومالكٌ والشافعي وأبو حنيفة إلى وجوبِ إِدْخَالِهَا
1.    Jumhul  Ulama, yakni Imam Malik, Syafei dan Abu Hanifah berpendapat wajib membasuhnya.
وذهب بَعْضُ أَهْلِ الظَّاهِرِ، وَبَعْضُ مُتَأَخِرِي أَصْحَابِ مِالِكٍ، والطبري إلى أنه لا يَجِبُ إِدْخَالُهَا في الغُسْلِ
2.   Ahlul Zahir dan sebagian ulama kurun terakhir dari kalangan pengikut Malik, juga At Thobari berpendapat tidak wajib membasuhnya.  بداية المجتهد - ج 1 / ص 13


Mazhab
Kata Mazhab menurut bahasa berasal dari kata kerja ذَهَبَ-يَذْهَبُ-ذَهَابًا-ذُهُوْبًا-مَذْهَبًا, artinya jalan atau tempat yang dilalui. Bisa juga diartikan tempat buang air, sebagaimana hadits berikut.
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ أَنْبَأَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ذَهَبَ الْمَذْهَبَ أَبْعَدَ قَالَ فَذَهَبَ لِحَاجَتِهِ
Rasulullah saw apabila pergi akan mazhab, ia menjauh. Mughirah berkata, maka ia pergi untuk hajatnya. (HR Nasai)
Jadi arti mazhab dalam hadits di atas berarti tempat buang air.

Kata mazhab menurut definisi artinya mengikuti sesuatu yang dapat dipercaya.
فُلاَنٌ تَمَذْهَبَ بِفُلاَنٍ
Si Fulan mengikuti mazhab si Fulan.
Imam As Syafii, berkata إِذَا صَحَ الْحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِى
Apabila hadits itu shohih itulah mazhabku. (فتح البارى, juz 2 hal 223)
Artinya Imam As Syafii mengingatkan, hadits shohih adalah mazhabnya, dari sipapun ucapan tentang hadits shohih itu datang. Dan ini dibuktikan oleh beliau ketika beliau bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal rhm, beliau berkata kepada Imam Ahmad,
إِذَا صَحَّ عِنْدَكُمْ الْحَدِيْثُ فَقُوْلُ لِى كَىْ أَذْهَبَ إِلَيْهِ
Apabila telah shohih suatu hadits yang ada pada kamu, maka beritahukan kepadaku, agar aku dapat mengikuti hadits shohih tersebut. (حليت الأولياء  , Juz 9 Hal 106)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ قَالَ حَدَّثَنِي خَالِدُ بْنُ مَعْدَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو السُّلَمِيُّ وَحُجْرُ بْنُ حُجْرٍ قَالَا أَتَيْنَا الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ وَهُوَ مِمَّنْ نَزَلَ فِيهِ وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ فَسَلَّمْنَا وَقُلْنَا أَتَيْنَاكَ زَائِرِينَ وَعَائِدِينَ وَمُقْتَبِسِينَ فَقَالَ الْعِرْبَاضُ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan kepada kalian untuk mendengar dan taat, sekalipun yang menjadi pimpinan adalah budak habsyi, dan sesungguhnya barang siapa yang menyaksikan setelah peninggalanku ia akan banyak menemukan perbedaan, dan hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaur yang diberi petunjuk. Peganglah dengan kuat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan jauhilah kalian dari perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setip bid'ah adalah kesesatan. (HR Ahmad)
            Pada hadits di atas kita melihat bahwa pertama kali ketika kita memahami permasalahan di dalam dien ini, ada tertib yang diberikan oleh Rasulullah saw, yaitu yang pertama, mengikuti rasul, kedua mengikuti shohabat, dan berikutnya adalah orang-orang yang mengikuti shohabat.

Sebab Perbedaan Pendapat
والسَّبَبُ فِي اِخْتِلاَفِهِمْ في ذلك الاِشْتِرَاكِ الذي فِي حَرْفٍ إِلَى، وَفِي اِسْمِ الْيَّدِ فِي كَلاَمِ الْعَرَبِ
Perbedaan mereka dari memahami istisroki ragam makna pada  huruf إلى dan kata اليد dalam bahasa Arab.
وذلك أَنَّ حَرْفَ إلى مَرَّةً يَدُّلُ فِي كَلاَمِ الْعَرَبِ عَلَى الغَايَةِ، وَمَرةً يَكُوْنُ بِمَعْنَى مَعَ،
Karena huruf ila itu kadang kala bermakna sampai dan kadangkala bermakna beserta. Perhatikan contoh penggunaan kata ila yang bermakna sampai dan beserta pada kalimat berikut.
حفظت القرآن إلى سورة البقرة aku hafal Qur'an sampai surat Al Baqorah.
لا تخالط كتبي إلى كتبَك jangan mencampurkan bukuku dan (beserta) bukumu.
أيضا في كَلاَمِ الْعَرَبِ تَطْلُقُ على ثَلاَثَةٍ مَعَانٍ: على الكَفِّ فَقَطْ، وعلى الكف والذِّرَاعِ، وعلى الكف والذراع والعَضُدِ
Demikian pula kata tangan dalam bahasa Arab megandung tiga makna, telapak tangan saja, telapak tangan beserta siku, telapak tangan beserta siku dan lengan atas.
فمن جعل إلى بمعنى مع، أو فَهِمَ من اليد مجموع الثلاثة الاعضاء أوجِبُ دُخُولُهَا فِي الْغُسْلِ
Ulama yang berpendapat dan memahami bahwa ila di sini maknanya beserta atau yang memahami bahwa yang dimaksud dengan yad adalah tiga anggota di atas, mereka berpendapat bahwa siku wajib dibasuh.

ومن فَهِمَ من إلى الغاية، ومن اليدِ مَا دون الْمَرَفِقِ، ولم يَكُنْ الْحَدُّ عِنْدَهُ دَاخَلاَ فِي الْمَحْدُوْدِ، لم يَدْخُلْهُمَا فِي الْغُسْلِ
Adapun ulama yang memahami bahwa ila di sini maknanya sampai, dan melihat bahwa yang dimaksud dengan yad adalah di bawah lengan, mereka pun berpendapat bahwa batasan ini tidak masuk ke dalam bagian yang dibatasi. Jadi mereka tidak mewajibkan membasuh siku.
Kelompok kedua dikuatkan dengan adanya hadits berikut.
حَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَالْقَاسِمُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ بْنِ دِينَارٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ بْنُ غَزِيَّةَ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُجْمِرِ قَالَ رَأَيْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي الْعَضُدِ ثُمَّ يَدَهُ الْيُسْرَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي الْعَضُدِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي السَّاقِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي السَّاقِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ
Aku melihat Abu Hurairah ra berwudhu, kemudian ia membasuh mukanya lalu menyempurnakan wudhunya. Kemudian ia membasuh tangan kanannya hingga masuk hingga ke bagian lengan bagian atas, lalu membasuh tangan kirinya hingga masuk ke lengan bagian atas, lalu membasuh tangan kirinya hingga masuk ke lengan bagian atas, dan pada akhir hadits di atas Abu Hurairah mengatakan, seperti inilah aku melihat Rasulullah saw berwudhu. (HR Muslim)
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْهَاشِمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ صَالِحٍ مَوْلَى التَّوْأَمَةِ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الصَّلَاةِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلِّلْ أَصَابِعَ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ
Aku mendengar Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda, apabila kamu berwudhu, maka sela-selalah kedua tangan dan dua kakimu. (HR Ahmad)

أخبرنا أبو بكر أحمد بن محمد الفقيه ثنا علي بن عمر الحافظ أنا القاضي أبو جعفر أحمد بن إسحاق بن بهلول ثنا عباد بن يعقوب ثنا القاسم بن محمد بن عبد الله بن محمد بن عقيل عن جده عن جابر بن عبد الله قال ثم كان رسول الله  صلى الله عليه وسلم  إِذَا تَوَضَأَ   أَدَارَ الْمَاءَ  عَلىَ مِرْفَقَيْهِ
Dari Jabir ra, ia berkata bahwa Nabi saw apabila berwudhu memutar-mutarkan air pada kedua sikunya. (Sunan Baihaqi Kubro juz I hal 56)

15 ثنا أبو جعفر أحمد بن إسحاق بن البهلول نا عباد بن يعقوب نا القاسم بن محمد بن عبد الله بن عقيل عن جده عن جابر بن عبد الله قال ثم كان رسول الله  صلى الله عليه وسلم  إذا توضأ   أدار الماء على  مرفقيه بن عقيل ليس بقوي 
(Sunan Daruqutnie, Juz 1 hal 83)

Batasan mengusap kepala, para ulama berbeda pendapat batasan kepala yang harus di usap.
Imam Malik berpendapat sesungguhnya yang wajib adalah mengusap semuanya.
Imam Syafei, sebagian pengikut Malik, dan Abu Hanafiah berpendapat bahwa yang fardhu adalah mengusap sebagian. Di antara pengikut Imam Malik ada yang membatasi 1/3, 2/3, lalu Imam Abu Hanifah membatasinya dengan 1/4.
Sebab perbedaan pendapat mereka adalah dalam pemaknaan huruf,
 karena huruf ba pada kalimat itu bisa bermakna zaidah atau tambahan, atau menunjukkan makna sebagian. Ulama yang berpendapat bahwa huruf baa adalah zaidah, mereka mewajibkan mengusap semua kepala. Seperti kalimat berikut.
كفى با لله شهيدا
Cukuplah Allah sebagai saksi
Adapun ulama yang berpendapat menunjukkan sebagian, mereka mewajibkan sebagian kepala.
تعلمت با ليل

Pemilihan Pendapat
Mengusap Kepala
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ خَالِدِ بْنِ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ قَالَ أَتَانَا عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَقَدْ صَلَّى فَدَعَا بِطَهُورٍ فَقُلْنَا مَا يَصْنَعُ بِالطَّهُورِ وَقَدْ صَلَّى مَا يُرِيدُ إِلَّا لِيُعَلِّمَنَا فَأُتِيَ بِإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ وَطَسْتٍ فَأَفْرَغَ مِنْ الْإِنَاءِ عَلَى يَمِينِهِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا فَمَضْمَضَ وَنَثَرَ مِنْ الْكَفِّ الَّذِي يَأْخُذُ فِيهِ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَغَسَلَ يَدَهُ الشِّمَالَ ثَلَاثًا ثُمَّ جَعَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَرِجْلَهُ الشِّمَالَ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَعْلَمَ وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ هَذَا

Maka ia menyapu kepalanya satu kali, kemudian menyuci kakinya yang kanan tiga kali, kemudian mencuci kakinya yang kiri tiga kali, kemudian ia berkata, siapa yang ingin mengetahui wudhu Rasulullah saw, maka beginilah wudhu rasul itu. (HR Abu daud)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى أَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُرِيَنِي كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ نَعَمْ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
Abdullah bin Zaid ra berkata, sesungguhnya nabi saw menyapu kepalanya dengan kedua tangannya, yaitu beliau menyapu dari bagian depan lalu menariknya ke belakang. Beliau memulai dari bagian depan kepalanya, kemudian menarik kedua tanganya ke belakang sampai tengkuknya, lalu menarik kembali kedua tangannya ke tempat semula kemudian mencuci kakinya. (HR Bukhari)

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ مُوسَى بْنِ أَبِي عَائِشَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الطُّهُورُ فَدَعَا بِمَاءٍ فِي إِنَاءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ أَوْ ظَلَمَ وَأَسَاءَ
Kemudian beliau mengusap kepalanya dan ia masukkan dua jari telunjuknya  di dua telinganya dan ia usap dua telinganya di sebelah luar dengan dua ibu jarinya. (HR Abu Daud)

C. Wudhu Memakai Khuff, Sorban, dan Perban
336 - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الأَنْطَاكِىُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ خُرَيْقٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ « قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ ». أَوْ « يَعْصِبَ ». شَكَّ مُوسَى « عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ ».
__________
عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ
Dari Jabir ra, berkata, kami berangkat dalam suatu perjalanan
فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ
maka seorang laki laki dari kami terkena batu,
فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ
Batu itu melukai kepalanya, kemudian laki-laki itu bermimpi keluar mani, ia bertanya kepada kawan-kawannya. Katanya, apakah kalian mendapatkan keterangan bagiku dan kelonggaran untuk bertayamum?
فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ
Kata mereka, kami tidak mendapatkan keterangan bahwa untukmu ada kelonggaran bertayamum? Kata mereka padahal  engkau bisa menggunakan air.
فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أُخْبِرَ بِذَلِكَ
Maka mandilah ia dan mati karenanya, takkala kami sudah menghadap kepada nabi saw, kejadian itu diberi tahukan kepada beliau,
فَقَالَ
Sabdanya,
« قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ
mereka telah membunuhnya, Allah melaknat mereka, tidaklah mereka bertanya, bila tidak mengetahui, sesungguhnya tidak ada obat kebodohan kecuali bertanya.
إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ
Sesungguhnya cukup baginya untuk melakukan Tayamum.  سنن أبى داود - ج 1 / ص 465

162 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ حَدَّثَنَا حَفْصٌ - يَعْنِى ابْنَ غِيَاثٍ - عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِى إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ عَنْ عَلِىٍّ - رضى الله عنه - قَالَ لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ.
Dari Ali Ra, dia berkata, jika agama menggunakan akal (Ar Rayu) tentu bagian bawah khuff lebih utama diusap dari pada bagian atasnya, sementara aku melihat Rasulullah saw mengusap bagian atas khuffnya. سنن أبى داود - ج 1 / ص 226

لو lau, حَرْفُ شَرْطٍ غَيْرِ جَازِمٍ kata syarth tidak lazim,
 وهي حرف اِمْتِنَاعِ لاَ مُتَناع ia berfungsi menafikan sesuatu karena tidak adanya yang lain,
 ففي الحديثِ اِنْتِفَاءُ مَشْرُوْعِيَّةُ الْمَسْحُ عَلىَ ظَاهِرِ الْخَفِّ , لا نَتْفَاءُ كَوْنُ دِيْنُ اللهِ بِمُجَرَّدِ اْلعَقْلِ
Hadits di atas menjelaskan penafian syariat mengusap bagian atas khuff, karena penafian hanya berdasarkan agama Allah hanya berdasarkan akal.

الرأي : مُجَرَدُ الْعَقْلِ دُوْنَ الرِّوَايَةِ وَ النَّقْلِ لَيْسَ بِشَرْعِ
Ar Ra'yu, pandangan akal, tanpa berdasarkan riwayat hadits atau naql (nash dari Allah dan Rasulnya).
            Secara logika, seharusnya yang lebih utama diusap adalah bagian bawah khuff, bukan bagian atasnya, karena bagian bawah lebih sering bersentuhan dengan tanah, sehingga kemungkinan terkena najis lebih besar. Namun yang wajib adalah mendahulukan naql (al Qur'an dan As Sunnah) daripada pandangan akal. Allah yang menetapkan syariat lebih mengetahui maslahat yang ingin diwujudkan. Hal ini tidak berarti agama Islam mengabaikan peranan akal. Penghormatan terhadapa akal manusia dan mengarahkan kemampuan merupakan bukti nyata pernyataan tadi, Allah swt berfirman,
68. Dan Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan Dia kepada kejadian(nya)[1271]. Maka Apakah mereka tidak memikirkan?

24. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.

22. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli[604] yang tidak mengerti apa-apa pun.
          Akal merupakan karunia agung yang diberikan Allah swt kepada manusia. Maksudnya, akal tidak dapat berdiri sendiri. Ia harus menerima syariat Allah secara tulus dan berusaha memahami rahasia-rahasia Allah dalam syariatnya. Jika ia dapat memahaminya itulah nikmat dari Allah untuknya. Jika tidak, dia harus menempuh jalan orang-orang yang berkata.
7. Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183]. Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

إِنَّ الدِّيْنَ مَبْنَاهُ عَلىَ النَّقْلِ عنِ اللهِ تعالى أَوْ عَنْ رسول صلى الله عليه و سلم و ليس الرأيُ هُوَ الْمُحْكَمَ فِيْهِ فَالْوَا جِبُ الإِتِّبَاعُ لاَ الاِ بْتِدَاعُ
Agama dibangun berdasarkan wahyu dari Allah swt atau periwayatan dari Rasulullah saw, pandangan akal tidak menjadi pemutus, dengan begitu yang wajib adalah mengikuti apa yang ditetapkan dalam Nash, bukan membuat yang baru (bid'ah).
وُجُوْبُ الْخُضُوْعِ وَ التَّسْلِيْمِ لِأَوَامِرِ اللهِ تَعَالَى وَ أَوَامِرِ رَسُوْ لِهِ مُحَمَّدٌ صلعم وَهَذَا هُوَ غَايَةُ الْعِبَادَةِ كَمِالُ الاِنْقِيَادِ وَالتََََََََََََََّسْلِيْمِ
Kewajiban patuh terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya merupakan puncak ibadah dan menjadi kepasrahan yang sempurna (total).

Mengusap Khuff
الْخُفِّ لَغُةً بِضَّمِ الخاء و تشديد الفاء : وَاحِدٌ الْخِفَافُ التى تَلَبَّسَ عَلَ الرِجْلِ, وشرعا السَّاتِرُ لِلْقَدَمَيْنِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ فَأَكْثَرُ مِنْ جِلْدِ وَ غَيْرِهِ.
Khuff adalah bentuk tunggal dari kata khifaaf, secara bahasa artinya sesuatu yang dipakai di kaki. Dalam istilah fikih, artinya penutup kedua mata kaki hingga ke bawah kaki, terbuat dari kulit atau sejenisnya.

206 - حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فِى سَفَرٍ ، فَأَهْوَيْتُ لأَنْزِعَ خُفَّيْهِ فَقَالَ « دَعْهُمَا ، فَإِنِّى أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ »
Dari Al Mughirah bin Syu'bah ra, dia berkata, aku pernah bersama Rasulullah saw kemudian beliau saw berwudhu, aku merunduk untuk melepas khuffnya lalu beliau saw bersabda, biarkan keduanya, sesungguhnya aku memasukkan kedua kakiku dalam keadaan suci. صحيح البخارى - (ج 1 / ص 365)
661 - وَحَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِىُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا الثَّوْرِىُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ الْمُلاَئِىِّ عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عُتَيْبَةَ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُخَيْمِرَةَ عَنْ شُرَيْحِ بْنِ هَانِئٍ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ أَسْأَلُهَا عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَتْ عَلَيْكَ بِابْنِ أَبِى طَالِبٍ فَسَلْهُ فَإِنَّهُ كَانَ يُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَسَأَلْنَاهُ فَقَالَ جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ.
Dari Ali bin Abi Tholib ra, dia berkata, Rasulullah saw memberikan keringanan tiga hari tiga malam untuk mengusap khuff bagi musafir, orang yang berpergian dan satu hari satu malam untuk orang yang tidak berpergian, maksudnya dalam hal mengusap kedua khuff .
بداية المجتهد - ج 1 / ص 13

رَوَى الْخَلَّالُ ، بِإِسْنَادِهِ ، عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ ، فَذَكَرَ وُضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ثُمَّ { تَوَضَّأَ ، وَمَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ ، فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى خُفِّهِ الْأَيْمَنِ ، وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى خُفِّهِ الْأَيْسَرِ ، ثُمَّ مَسَحَ أَعْلَاهُمَا مَسْحَةً وَاحِدَةً ، حَتَّى كَأَنِّي أَنْظُرُ إلَى أَثَرِ أَصَابِعِهِ عَلَى الْخُفَّيْنِ } .
Al Khalal meriwayatkan dengan sanadnya dari Al Mughirah bin Syu'bah, lalu dia menyebutkan wudhu Nabi saw seraya berkata, beliau berwudhu dan mengusap bagian atas khuffnya lalu beliau meletakkan tangan kanan di atas khuff yang kanan dan tangan kiri di atas khuff yang kiri, kemudian beliau mengusap bagian atas keduanya dengan sekali usapan, sehingga seolah-olah aku melihat pada ujung jari-jari beliau di atas kedua khuff.

قَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : سُنَّةُ الْمَسْحِ هَكَذَا ، أَنْ يَمْسَحَ خُفَّيْهِ بِيَدَيْهِ الْيُمْنَى لِلْيُمْنَى وَالْيُسْرَى لِلْيُسْرَى ،.
Ibnu Aqil berkata, sunnah mengusap khuff itu demikian, yaitu mengusap sepatu khuff dengan tangan kanan untuk khuff sebelah kanan dan tangan kiri untuk khuff sebelah kiri.

وَقَالَ أَحْمَدُ : كَيْفَمَا فَعَلَهُ فَهُوَ جَائِزٌ ، بِالْيَدِ الْوَاحِدَةِ أَوْ بِالْيَدَيْنِ
Sedangkan Ahmad berkata, bagaimanapun engkau mengerjakan semuanya boleh-boleh saja, baik dengan satu tangan maupun dua tangan.  المغني - (ج 2 / ص 27)

وأجمعوا عَلْى أَنَّ الْمَسْحَ عَلَيْهِ مَرَّةً وَاحِدَةً وَ أَنَّهُ لاَ يُسَنُّ تَكْرَارُهُ
Para ulama sepakat bahwa mengusap khuff cukup dilakukan satu kali, tidak disunahkan berulang kali.

لأَنَّ مَسْحَهُمَا فَرْعُ غَسْلَهُمَا وَ الغُسْلُ فِيْهِ اِسْتَجَابَ التَّيَامِنُ
Juga karena mengusap khuff adalah sub bagian dari membasuh kedua kaki, sementara dalam membasuh disunahkan  mendahulukan yang kanan.
Pada riwayat Abu Daud ada tambahan,
Aku memasukkan kedua kaki pada kedua khuff tersebut dalam keadaan suci.

Mengusap Sorban, Perban, dan Kerudung
Adapun mengusap bagian atas sorban dan penutup kepala wanita, yang benar adalah Mengusap ubun-ubun dan menyempurnakannya dengan mengusap bagian atas sorban atau kerudung.
Cara mengusap bagian atas perban.
اَلْمُرَتَّبَةُ الأولى : أَنْ يَكُوْنَ مَكْشُوفاً ولا يَضُرُّهُ الغَسْلُ ، فَفِي هَذِهِ الْحَالِ يَجِبُ عَلَيْهِ غَسْلُهُ .
Pertama : Bagian luka itu masih bisa tetap terluka dan tidak berbahaya jika dibasuh, bagian itu harus dibasuh.
المرتبة الثانية : أن يكون مكشوفاً ويَضُرُّهُ الغُسْلُ دون الْمَسْحِ ، فَفِي هَذِهِ المرتبة يَجِبُ عليه الْمَسْحُ ، دون الغَسْلِ .
Kedua : Bagian luka itu masih bisa tetap terbuka namum berbahaya jika dibasuh, tetapi tidak berbahaya jika diusap, bagian itu wajib diusap.
اَلْمُرَتَّبَةُ الثالثة : ان يكون مكشوفاً وَيَضُرُّهُ الغُسْلُ وَالْمَسْحُ ، فَهُنَّا يَتَيَمَّمُ لَهُ .
Ketiga : Bagian luka itu bisa tetap terbuka, tetapi berbahaya jika dibasuh dan diusap. Pada saat itu dia perlu memberi perban kemudian mengusap bagian atas perban, jika tidak mampu melakukan hal tersebut, boleh baginya bertayamum.
المرتبة الرابعة : ان يكون مَسْتُوْراً بِلَزْقَةٍ أَوْشَبَّهِهَا مُحْتَاجُ إِلَيْهِا ، وفي هذه الحال يَمْسَحُ على هذا السَّاتِرِ وَيُعْنِيْهِ عَنْ غَسْلِ العُضْوِ.
Keempat : Bagian luka itu tertutup oleh gips atau pelekat, atau perban atau yang semisalnya, pada saat itu cukuplah diusap bagian yang tertutup itu dan tidak perlu dibasuh lagi dengan air.
بحوث وفتاوى في المسح على الخفين - (ج 1 / ص 19)

D. Air
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (Al Israa : 36)
وقال محمد بن الحنفية يعني شهادة الزور
Muhammad bin Al Hanafih berkata " Yakni kesaksian palsu"
وقال قتادة لا تقل رأيت ولم تَرَ وسَمِعْتُ ولم تسمع وعلمت ولم تعلم
Qotadah mengatakan, Janganlah kamu mengatakan, Aku melihat padahal kamu tidak melihat. Atau aku mendengar padahal kamu tidak mendengar, atau aku mengetahui padahal kamu tidak tahu,
فإن الله تعالى سائلك عن ذلك كله
karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadamu terhadap semua hal tersebut.
ومَضْمُوْنٌ ما ذكروه أن الله تعالى نهى عن القول بلا علم بل بالظن الذي
هو التَوَهَّمُ والخيال
Dan yang terkandung di dalam apa yang mereka sebutkan itu adalah bahwa Allah Tabaraka wa Ta'ala melarang berbicara dengan tanpa didasari ilmu pengetahuan, yang tidak lain hanyalah gambaran dan  khayalan belaka.
كما قال تعالى
Sebagaimana Allah swt Allah berfirman:
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. (Al Hujuurat : 12)

وفي الحديث "إياكم والظن فإن الظن أكذبُ الحديثِ"
Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa Rasulullah saw bersabda, jauhilah oleh kalian prasangka, karena prasangka itu merupakan sedusta-dusta ucapan.

Jenis air menurut sebagian ulama pengikut Mazhab Syafi'i itu terbagi  menjadi empat, yakni:
1.    Air yang suci lagi menyucikan, yang tidak makruh memakainya, air seperti ini dinamakan air mutlak.طَاهِرٌ مٌطَهِّرٌ غيرُ مَكْرٌوْهٍ وهو الْمَاءُ الْمُطْلَقُ
2.    Air yang suci lagi menyucikan, yang makruh memakainya ialah air yang dipanasi oleh cahaya matahari. وَطَاهِرٌ مُطَهِّرٌ مَكْرُوهٌ : وهو الْمَاءُ الشَّمسُ
3.    Air yang musta'mal, ialah air yang sudah dipakai untuk bersuci fardhu (wajib), yaitu untuk mengangkat hadats kecil atau besar pada basuhan yang pertama. وطَاهِرٌ غيرُ مُطَهِّرٍ وهو الماء الْمُسْتَعْمَلُ
4.    Air yang sudah berubah, baik warna, rasa atau baunya, karena perubahan yang banyak karena tercampur oleh barang yang suci atau najis. Barang yang suci itu seperti , gula, air, kopi dan sebagainya. Namun jika campuran suci tadi tidak mengubah warna, bau, rasa, maka ia tetap tergolong air mutlak. Adapun jika bercampur dengan najis, dan air yang dicampuri itu kurang dari dua qullah (1,25 hasta panjang, lebar dan dalam) maka ia menjadi najis, dan tidak shah untuk dipakai sebagai air wudhu. Tetapi jika najis itu mencampuri air lebih dari dua qullah kita melihat dulu apakah ada perubahan warna, bau, dan rasa. Jika ada perubahan, maka tetap najis, tetapi jika tidak ada perubahan dari bau, rasa, warna maka ia tetap air mutlak.

أَنْ لَيْسَ لِاَحَدٍ أَبَدًا أَنْ يَقُوْلَ فِي شَئٍ حَلَّ وَلاَ حَرَمُ إِلاَّ مِنْ جِهَةِ الْعِلْمِ وَجِهَةِ الْعِلْمِ الْخَبَرَ فِي الكِتَابِ أَوْ السُنَّةِ أو الاجماع أو القياس
Imam As Syafei berkata, tidak boleh bagi seseorang selamanya mengatakan halal dan haram kecuali dari jihad ilmu. Adapun dari jihad ilmu itu, keterangan yang ada pada kitab Allah dan sunnah Nabi saw, ijmak atau qiyas. الرسالة - ج 1 / ص 39

وَطَاهِرٌ مُطَهِّرٌ مَكْرُوهٌ : وهو الْمَاءُ الشَّمسُ
Air yang suci lagi menyucikan yang makruh menggunakannya.
89 - حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ وَآخَرُونَ قَالُوا حَدَّثَنَا سَعْدَانُ بْنُ نَصْرٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْمَخْزُومِىُّ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَقَدْ سَخَّنْتُ مَاءً فِى الشَّمْسِ فَقَالَ « لاَ تَفْعَلِى يَا حُمَيْرَاءُ فَإِنَّهُ يُورِثُ الْبَرَصَ ». غَرِيبٌ جِدًّا. خَالِدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ مَتْرُوكٌ.
Dari Aisyah ia pernah memanasi air di tengah panasnya sinar matahari, lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya, janganlah kamu berbuat seperti itu, ya Humairah karena hal itu dapat mendatangkan penyakitسنن الدارقطنى - (ج 1 / ص 99)
Hadits ini diriwayatkan oleh rawi yang bernama خالد بن إسمعيل الْمَخْزُوْمِيُّ ia adalah seorang yang متروك haditsnya ditinggalkan.

90 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفَتْحِ الْقَلاَنْسِىُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ سَعِيدٍ الْبَزَّارُ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ الأَعْسَمُ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُتَوَضَّأَ بِالْمَاءِ الْمُشَمَّسِ أَوْ يُغْتَسَلَ بِهِ وَقَالَ « إِنَّهُ يُورِثُ الْبَرَصَ ». عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ الأَعْسَمُ مُنْكَرُ الْحَدِيثِ . وَلَمْ يَرْوِهِ عَنْ فُلَيْحٍ غَيْرُهُ وَلاَ يَصِحُّ عَنِ الزُّهْرِىِّ.
Rasulullah saw melarang untuk berwudhu dengan air yang disinari matahari, atau mandi dengan air yang sudah disinari matahari. Beliau bersabda, karena hal itu akan membuat penyakit kulit. سنن الدارقطنى - (ج 1 / ص 100)
Hadits ini dhoif karena dalam rawinya terdapat   عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ الأَعْسَمُ ia adalah rawi yang dicela  منكر الحديث, hadits-haditsnya munkar. Demikian menurut Daruqutnie

Air yang sudah berubah baik warna , rasa, maupun baunya.
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ وَالْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ الدِّمَشْقِيَّانِ قَالَا حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا رِشْدِينُ أَنْبَأَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ
Dari Umamah Al Bahiliy ra, katanya Rasulullah saw telah bersabda: Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu yang dapat menajiskannya, kecuali oleh sesuatu yang dapat mengubah baunya, rasanya, dan warnanya. (HR Ibnu Majah)
Hadits  ini dhoif, disebabkan oleh adanya Rawi yang lemah yaitu :
رِشْدِينُ سَعِدْ بِنْ مُفْلِحِ بْنِ هِلاَلِ اَلْمَهْرِيّ
Imam Yahya Bin Main berkata, لايكتب حديث hadits darinya tidak ditulis.
Imam Abu Zur'ah berkata, ضعيف الحديث , haditsnya lemah.
Imam Nasai berkomentar, متروك الحديث , haditsnya di tinggalkan.
(Lihat Tahzibul Kamal, bab الراء dari nama رشدين hal 207)

Air Dua Qullah
52 - أَخْبَرَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ وَالْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ عَنْ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ كَثِيرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمَاءِ وَمَا يَنُوبُهُ مِنْ الدَّوَابِّ وَالسِّبَاعِ فَقَالَ إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ
Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah saw bersabda, apabila air itu ada dua qullah, maka ia tidak mengandung najis atau kotor. (Sunan Daruqutnie, juz 1 hal 16) سنن النسائي - (ج 1 / ص 49)

حَدَّثَنَا عَبْدَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسْأَلُ عَنْ الْمَاءِ يَكُونُ بِأَرْضِ الْفَلَاةِ وَمَا يَنُوبُهُ مِنْ الدَّوَابِّ وَالسِّبَاعِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ الْمَاءُ قَدْرَ الْقُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ
Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah saw bersabda, apabila air itu ada dua qullah, maka ia tidak mengandung kotor. (HR Ahmad)

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ الْمُنْذِرِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ الْمَاءُ قَدْرَ قُلَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثٍ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ
Rasulullah saw bersabda, Jika air itu sebanyak dua atau tiga qullah tidaklah ada sesuatu yang menajiskannya. (HR Ahmad)

Rasulullah saw bersabda :
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّةً  فَإِنَّهُ لاَ يَحْمِلُ الْخَبْثَ
Apabila air itu sampai satu qullah maka ia tidak mengandung kotor. (HR Daruqutnie, Nailul Author Juz 1 hal 37)

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ ابْنِ جَبْرٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ
Dari Anas ra ia berkata, nabi saw berwudhu dengan satu mud dan mandi dengan satu shaa' hingga lima mud. (HR Muslim)
1 mud = 6 ons , 1 shaa = 4 mud
Kesimpulan
Hadits dua qullah itu مُضْطَرِبُ  Mubtarib (goncang) dari segi muatannya. Maka hadits tentang qullah itu Dhoif karena tidak ada kejelasan mana yang harus diamalkan.

Air Musta'mal
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَوَضَّأَ مِنْهُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ إِنَّ الْمَاءَ لَا يُجْنِبُ
Dari Ibnu Abbas ia berkata, Sebagian istri nabi saw mandi dari panci yang besar, lalu datang nabi saw untuk mengambi air wudhu dari panci besar itu, atau beliau hendak mandi dari padanya. Maka istri beliau mengatakan, wahai Rasulullah sesungguhnya aku sedang mandi jinabah. Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya air itu tidak terkena jinabah.                  (HR Tirmidzi)

Berwudhu dengan Air laut
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ مَالِكٍ ح و حَدَّثَنَا الْأَنْصَارِيُّ إِسْحَقُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا مَعْنٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ سَلَمَةَ مِنْ آلِ ابْنِ الْأَزْرَقِ أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ أَبِي بُرْدَةَ وَهُوَ مِنْ بَنِي عَبْدِ الدَّارِ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ مِنْ مَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasululllah saw, dengan mengatakan, Wahai Rasulullah saw sesungguhnya kami akan mengarungi laut sedangkan kami hanya membawa air tawar sedikit, apabila air itu kami gunakan untuk wudhu, niscaya kami akan kehausan, apakah kami boleh berwudhu dengan air laut? Rasulullah saw menjawab, laut itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR Tirmidzi)

Air itu suci tidak dinajiskan oleh sesuatu apapun.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي شُعَيْبٍ وَعَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ يَحْيَى الْحَرَّانِيَّانِ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ سَلِيطِ بْنِ أَيُّوبَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ رَافِعٍ الْأَنْصَارِيِّ ثُمَّ الْعَدَوِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُقَالُ لَهُ إِنَّهُ يُسْتَقَى لَكَ مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةَ وَهِيَ بِئْرٌ يُلْقَى فِيهَا لُحُومُ الْكِلَابِ وَالْمَحَايِضُ وَعَذِرُ النَّاسِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
Dari Abu Said Al Khudri, ia berkata, Sewaktu dikatakan kepada Rasululllah saw, sesungguhnya air yang diberikan kepadamu berasal dari sumur budha'ah adalah sumur yang hanyut padanya bangkai anjing, kain penyumbat haid dan kotoran manusia, maka Rasulullah saw menjawab, sesungguhnya air (sumur budhaah) itu suci tidak sesuatu pun yang membuatnya najis. (HR Abu Daud)

بُضَاعَةَ Nama pemilik sumur atau nama sumur itu. Sumur ini terletak di kota Madinah berada di sekitar perkampungan Bani Sa'idah, salah satu kabilah Khazraj. Nabi saw pernah meludahi sumur tersebut dan mendoakan keberkahan untuknya, lalu beliau berwudhu dari timba yang airnya diambil dari sumur itu. Nabi saw memerintahkan kepada orang yang sakit agar mandi di sumur itu. Setelah mandi ia menjadi sembuh dari penyakitnya. Oleh sebab itu sumur itu sangat disukai karena ia mengandung keberkahan dari doa Rasulullah saw.
لُحُومُ الْكِلَابِ yang dimaksud adalah bangkai anjing.
الْمَحَايِض  adalah bentuk jamak dari kata مِحْيَضْ , artinya kain penutup haid.
عَذِرُ adalah bentuk jamak dari kata عَذِرَةُ artinya kotoran manusia.
            Makna dalam hadits ini bukan menunjukkan semua yang disebutkan di atas dilemparkan ke dalam sumur dengan sengaja oleh penduduk Madinah, karena sesungguhnya mereka sangat membutuhkan air yang persediaannya sangat minim, terlebih lagi air segar yang terdapat dalam sumur itu. Tetapi makna yang dimaksud ialah, bahwa sumur itu terletak pada lembah yang rendah. Banjir serta air hujan membawa kotoran-kotoran ke sekitar sumur tersebut.

أخبرنا سعيد بن سالم عن بن أبي حبيبة أو بن حبيبة عن داود بن الحصين عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما عن النبي  صلى الله عليه وسلم ثم أَنَّهُ سُئِلَ   أَنَتَوَضَّأُ بِمَا أَفْضَلَتِ الْحُمُرُ قَالَ نَعَمْ وَبِمَا كُلُّهَا
Dari Jabir ra ia bertanya kepada nabi saw, Bolehkah kami wudhu dari air bekas keledai? Nabi saw bersabda, ya dan boleh pula dari bekas semua binatang buas. (Musnad As Syafe'I juz 1 hal 8)

Wudhu dari air yang digunakan untuk mandi jinabah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَوَضَّأَ مِنْهُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ إِنَّ الْمَاءَ لَا يُجْنِبُ
Dari Ibnu Abbas ia berkata, Sebagian istri nabi saw mandi dari panci yang besar, lalu datang nabi saw untuk mengambi air wudhu dari panci besar itu, atau beliau hendak mandi dari padanya, maka istri beliau mengatakan, wahai Rasulullah sesungguhnya aku sedang mandi jinabah, Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya air itu tidak terkena jinabah. (HR Tirmidzi)
            Sebagian ulama mengatakan hadits ini telah dimansukh oleh hadits yang diriwayatkan oleh muslim yang berbunyi لَا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ janganlah kalian mandi di air yang tergenang sedang kalian lagi junub.

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كِلَانَا جُنُبٌ
Dari Aisyah rh ia berkata, aku pernah mandi bersama nabi saw, dari satu wadah air pada saat itu kami berdua dalam keadaan jinabah. (HR Bukhari)

            Maksud hadits di atas adalah mandi dengan mengambil air dari satu tempat yang sama, hal ini terlihat dari kalimat مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ kalimat yang digunakan adalah من bukan فِي di dalam. Hal ini di jelaskan dengan hadits yang berikut.

و حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ وَأَبُو الطَّاهِرِ وَأَحْمَدُ بْنُ عِيسَى جَمِيعًا عَنْ ابْنِ وَهْبٍ قَالَ هَارُونُ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّ أَبَا السَّائِبِ مَوْلَى هِشَامِ بْنِ زُهْرَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ فَقَالَ كَيْفَ يَفْعَلُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ يَتَنَاوَلُهُ تَنَاوُلًا
Abu Hurairah ia berkata, Nabi saw bersabda, janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mandi di air yang diam dalam keadaan berjinabah. Seseorang bertanya, Hai Abu Hurairah bagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw? Abu Hurairah menjawab, beliau menciduk air dengan tangannya. (HR Muslim)

Hadits di atas menerangkan tata cara mandi jinabah jika didapati airnya menggenang, tidak berbicara tentang air menjadi najis ataupun tentang air musta'mal.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ دَاوُدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ح و حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ حُمَيْدٍ الْحِمْيَرِيِّ قَالَ لَقِيتُ رَجُلًا صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعَ سِنِينَ كَمَا صَحِبَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرَّجُلِ أَوْ يَغْتَسِلَ الرَّجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا
Dari seorang yang menemani Nabi saw (shohabat) katanya Rasulullah saw melarang perempuan (istri) mandi air sisa laki-laki (suami) atau laki-laki (suami) mandi air sisa perempuan (istri). Tetapi hendaklah keduanya sama-sama menyiduk/mengambil air itu (mandi bersama). (HR Abu Daud)

دَاوُدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
Imam Yahya bin Main berkomentar  لَيْسَ بِشَيْءٍ ia tidak ada apa-apanya.
Hadits di atas bertentangan dengan hadits shohih berikut,

و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ ابْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ قَالَ أَكْبَرُ عِلْمِي وَالَّذِي يَخْطِرُ عَلَى بَالِي أَنَّ أَبَا الشَّعْثَاءِ أَخْبَرَنِي أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ
Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Rasulullah saw pernah mandi air sisa maymunah (istrinya).
(HR Muslim)


E. Tayamum
الرسالة - (ج 1 / ص 73)
سمعت الشافعي يقول: من تعلم القران عَظُمَتْ قِيْمَتُهُ، ومن نَظَرَ فِي الْفِقْهِ نبَلْ ُمِقْدَارِهِ، ومن تعلم اللغة  رَقَّ طَبِعَهُ،، ومن كَتَبَ الْحَدِيْثِ قَِويَتْ حُجَّتُهُ، ومن لم يَصُنَّ نَفْسَهُ لَمْ يَنْفَعْهُ عِلْمُهُ.
Imam syafei berkata, Barang siapa belajar Al Qur'an, maka besar nilai dirinya. Barang siapa yang mempelajari fiqih, maka harum namanya. Barang siapa yang belajar bahasa, maka lembut wataknya. Barang siapa belajar ilmu hitung, maka kuat pendapatnya. Barang siapa menulis hadits, maka kuat argumennya. Barang siapa yang tidak menjaga dirinya, maka ilmunya tidak bermanfaat bagi dirinya.

335 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ قَالَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ ح قَالَ وَحَدَّثَنِى سَعِيدُ بْنُ النَّضْرِ قَالَ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ قَالَ أَخْبَرَنَا سَيَّارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ - هُوَ ابْنُ صُهَيْبٍ الْفَقِيرُ - قَالَ أَخْبَرَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِى نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ ، وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ

Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, saya telah diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelum saya, saya ditolong dengan ketakutan musuh sejauh perjalanan sebulan, dijadikan bumi bagi saya sebagai tempat sujud dan sebagai alat bersuci, maka siapa dari kalangan umatku yang sudah sampai waktu sholat, hendaklah dia sholat. صحيح البخارى - (ج 2 / ص 87)
308)
Pengertian Tayamum
التَّيَمُّمُ هُوَ فِي اللُّغَةِ : الْقَصْدُ ،
Arti tayamum dari segi bahasa artinya memilih/berkehendak.
Jika dikatakan تَيَمَّمَكَ اللهُ بِحِفْظِهِ , artinya semoga Allah berkenan melindungimu.
وَفِي الشَّرْعِ : الْقَصْدُ إلَى الصَّعِيدِ لِمَسْحِ الْوَجْهِ وَالْيَدَيْنِ بِنِيَّةِ اسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ وَنَحْوِهَا
Arti tayamum dari segi syariat ialah sengaja memakai tanah debu untuk mengusap muka dan kedua tangan dengan niat memperbolehkan sholat dan semacamnya.
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ هَلْ التَّيَمُّمُ رُخْصَةٌ أَوْ عَزِيمَةٌ ؟ وَقِيلَ : هُوَ لِعَدَمِ الْمَاءِ عَزِيمَةٌ ، وَلِلْعُذْرِ رُخْصَةٌ .
Para ulama berselisih pendapat, apakah tayamum itu suatu keringanan rukhsah atau suatu keharusan. Ada yang mengatakan, tayamum itu d isaat tidak ada air hukumnya wajib, dan arena uzur/halangan memakai air hukumnya rukshoh saja.  . سبل السلام - ج 1 / ص 308

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al Baqorah : 267)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَمَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ بُجْدَانَ عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصَّعِيدَ الطَّيِّبَ طَهُورُ الْمُسْلِمِ وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ خَيْرٌلَهُ
Tanah yang bersih alat bersuci seorang muslim, sekalipun ia tidak menemukan air 10 musim haji. Apabila ia telah menemukan air, maka hendaklah ia menyentuhkan ke kulitnya (berwudhu), karena hal itu lebih baik baginya. (HR Tirmidzi)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.(An Nisa : 43)

Ash Sha'iid ( الصعيد)
Ash Sha'iid dalam lisaanul Arab artinya tanah, ada yang menyatakan tanah yang suci, ada pula yang mengatakan semua debu yang suci. Abu Ishaq mengatakan Ash Sha'iid adalah permukaan tanah.
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. (Al Kahfi : 8)
طَيِّبًا yang dimaksud dengan thoyiban adalah halal dan menurut pendapat yang lain adalah sesuatu yang tidak najis.

Sebab Turunnya Syariat Tayamum
3672 - حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّهَا قَالَتْ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِى بَعْضِ أَسْفَارِهِ ، حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ
Riwayat Imam Al Bukhari ia berkata, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Said dari Malik dan Abdurrahman bin Qosim dari bapaknya dari Aisyah rha dari, ia bercerita, kami pernah keluar bersama Rasulullah saw pada sebagian perjalanannya hingga kami berada di sebuah dataran atau Dzatul Jaisy,

انْقَطَعَ عِقْدٌ لِى ، فَأَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَلَى الْتِمَاسِهِ ، وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ
lalu kalungku terputus (hilang), maka Rasulullah saw berhenti untuk  mencarinya, lalu yang lain pun ikut berhenti bersama beliau.
، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ ، فَأَتَى النَّاسُ أَبَا بَكْرٍ ، فَقَالُوا أَلاَ تَرَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَبِالنَّاسِ مَعَهُ ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ
Saat itu mereka tidak memiliki air, maka mereka mendatangi Abu Bakar dan berkata, cobalah kau lihat apa yang dilakukan Aisyah yang menyebabkan rasul dan seluruh orang mencari-cari, padahal mereka tidak memiliki air.
، فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِى قَدْ نَامَ ، فَقَالَ حَبَسْتِ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَالنَّاسَ ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ
Lalu Abu bakar datang kepada Rasulullah saw yang saat itu sedang  meletakkan kepalanya di pahaku dan tidur. Ia berkata, engkau telah menghalangi Rasulullah saw dan orang-orang, sedang mereka tidak memiliki air dan tidak mendapatkan air.
قَالَتْ فَعَاتَبَنِى ، وَقَالَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ ، وَجَعَلَ يَطْعُنُنِى بِيَدِهِ فِى خَاصِرَتِى ،
Aisyah bercerita, Abu Bakar terus mengomeli aku sampai-sampai beliau mengucapkan yang macam-macam dan mencubit pinggangku.
فَلاَ يَمْنَعُنِى مِنَ التَّحَرُّكِ إِلاَّ مَكَانُ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَلَى فَخِذِى ، فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - حَتَّى أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ
Tidak ada yang menghalangi aku bergerak saat itu kecuali karena kepala beliau ada di pangkuanku. Lalu di waktu pagi Rasulullah bangun dengan tidak menemukan air.
فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ ، فَتَيَمَّمُوا ، فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ الْحُضَيْرِ مَا هِىَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِى بَكْرٍ . فَقَالَتْ عَائِشَةُ فَبَعَثْنَا الْبَعِيرَ الَّذِى كُنْتُ عَلَيْهِ فَوَجَدْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ .
Maka Allah menurunkan ayat tayamum yang kemudian mereka melakukan tayamum. Usaid bin Al Hudhair berkata, Itu bukanlah awal keberkahan kalian yang pertama kali wahai keluarga Abu Bakar. Aisyah melanjutkan ceritanya, lalu kami membangunkan unta yang kami tumpangi, maka kami menemukan kalung itu di bawahnya. صحيح البخارى - (ج 12 / ص 432)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Al Maaidah : 6)

Tata Cara Tayamum
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
Seorang laki-laki datang pada Umar bin Khathab dan berkata, sesungguhnya aku junub dan tidak menemukan air, maka Umar berkata, jangan engkau sholat. Ammar berkata, Apakah engakau tidak ingat wahai Amirul Mukminin, setika aku dan engkau di dalam sekelompok pasukan perang, lalu kita mengalami jinabah dan tidak mendapatkan air, adapun engkau maka engkau tidak melakukan sholat, sedangkan aku, maka aku berguling di debu lalu sholat. Ketika kita mendatangi nabi saw, lalu aku ceritakan kepada beliau, lalu beliau bersabda sesungguhnya cukup bagimu hanya berbuat begini, yaitu nabi saw menepuk kedua tapak tangannya ke tanah, lalu meniup keduanya, kemudian mengusapkan kedua tangannya itu pada mukanya dan dua tapak tangannya. (HR Bukhari)

Golongan yang diperbolehkan melakukan tayamum
1.    Orang yang terluka / sakit boleh untuk melakukan tayamum.
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَنْطَاكِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ الزُّبَيْرِ بْنِ خُرَيْقٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ شَكَّ مُوسَى عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
Dari Jabir ia berkata, pernah kami keluar untuk satu keperluan, lalu salah seorang di antara kami terkena batu, sehingga luka di kepalanya, kemudian ia mimpi keluar mani, lalu bertanya kepada kawan-kawannya, apakah kamu mendapatkan dalil yang membolehkan aku tayamum? Mereka menjawab, kami tidak mendapatkan dalil yang membolehkan engkau untuk tayamum, karena engkau dapat menggunakan air, lalu ia mandi, kemudian mati. Maka takkala kami sampai di hadapan nabi, hal itu dicerikatan kepadanya, lalu nabi bersabda, celakalah mereka itu, karena mereka telah membunuhnya. Mengapa mereka tidak bertanya kalau mereka tidak tahu, karena obat kebodohan itu adalah bertanya. Sesungguhya cukup baginya bertayamum.
2.    Orang yang junub.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا عَوْفٌ عَنْ أَبِي رَجَاءٍ قَالَ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ الْخُزَاعِيُّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا لَمْ يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ فَقَالَ يَا فُلَانُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ
Dari Imran bin Husain, ia berkata, pernah kami bersama Rasulullah saw, dalam satu berpergian, lalu ia sholat bersama orang-orang banyak, tiba-tiba ada seorang laki-laki  menyendiri, lalu ia bertanya, apa yang menghalangi engkau, sehingga engkau tidak sholat ? Ia menjawab, saya sedang junub, padahal tidak ada air, (kemudian) nabi bersabda, gunakanlah tanah, karena sesungguhnya ia cukup bagimu. (HR Bukhari)

3.    Orang yang takut kedinginan yang membahayakan.
حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى أَخْبَرَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ أَخْبَرَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ أَيُّوبَ يُحَدِّثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ الْمِصْرِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الِاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا
Dari Amr bin Ash, sesungguhnya ketika diutus dalam peperangan Dzatus Salail, Ia berkata, saya mimpi keluar mani pada suatu malam yang sangat dingin, kemudian saya bangun pagi-pagi. Jika saya mandi tentu akan celaka, karena itu saya bertayamum. Kemudian saya mengimami sholat shubuh bersama dengan kawan-kawan saya. Ketika kami sampai di hadapan Rasulullah, lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada beliau, kemudian Rasulullah saw bersabda, Ya Amr apakah engkau telah menjadi imam dalam sholat bersama kawan-kawanmu, padahal engkau Junub? Saya menjawab, saya ingat firman Allah Azza wa jalla, dan janganlah kamu membunuh diri-diri kamu, sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap kamu, lalu saya tayamum kemudian sholat, lalu Rasulullah saw tertawa tanpa mengatakan sesuatu apapun.
Tayamum ketika tidak mendapatkan air, kemudian mendapatkan air.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ الْمَسَيَّبِيُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نَافِعٍ عَنْ اللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ وَقَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ وَأَعَادَ لَكَ الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ
Dari Atha bin Yasar, dari Abu Said Al Khudri, ia berkata, dua orang laki-laki keluar dalam keperluan, lalu datang waktu sholat-padahal keduanya tidak membawa air- kemudian kedua orang itu bertayamum dengan debu yang bersih, lantas keduanya sholat. Setelah selesai sholat mereka pergi dan menjumpai air dalam waktu itu (masih dalam waktu sholat), lalu salah seorang dari mereka mengulangi wudhu dan sholat, sedang yang lain tidak mengulangi, kemudian keduanya menghadap Rasulullah saw, lalu menceritakan hal itu kepadanya, lantas nabi bersabda kepada orang yang tidak mengulangi, engkau mencocoki sunnnah dan sholatmu sudah memadai, dan terhadap orang yang berwudhu dan mengulangi, beliau bersabda, bagimu pahala dua kali. (HR Abu daud)

 F.    Najis
Najis dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yakni:
1.    Najis yang diperintahkan untuk dibersihkan badan darinya sebelum sholat. (Air kencing manusia, kotoran manusia, darah haid, madzi (Yaitu cairan putih bening, encer dan lengket yang keluar ketika naiknya syahwat, tidak menyembur dan tidak pula diikuti dengan lemas, terkadang keluar tanpa terasa, dialami oleh pria dan wanita, wadi (cairan putih bening dan kental yang keluar setelah kencing)
2.    Najis untuk dimakan.
3.    Najis di dalam aqidah
28. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis[634]. Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam[635] sesudah tahun ini[636]. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[634] Maksudnya: jiwa musyrikin itu dianggap kotor, karena menyekutukan Allah.
Najis Makanan
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.        (Al Maidah : 90)
Rijs, adalah kotoran dan najis yang harus dihindari. Asy Syinqithi rhm mengemukakan, jumhur ulama sepakat khomer itu adalah najis mutlak.

Najis di dalam sholat
Sendal yang terkena najis
1429- حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ وَأَبُو النُّعْمَانِ قَالاَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ أَبِى نَعَامَةَ السَّعْدِىِّ عَنْ أَبِى نَضْرَةَ عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ : بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَخَلَعُوا نِعَالَهُمْ ، فَلَمَّا قَضَى صَلاَتَهُ قَالَ :« مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَائِكُمْ نِعَالَكُمْ؟ ».
قَالُوا : رَأَيْنَاكَ خَلَعْتَ فَخَلَعْنَا. قَالَ :« إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِى أَوْ آتٍ فَأَخْبَرَنِى أَنَّ فِيهِمَا أَذًى أَوْ قَذَراً ، فَإِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيُقَلِّبْ نَعْلَيْهِ ، فَإِنْ رَأَى فِيهِمَا أَذًى فَلْيُمِطْ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا ».
Dari Abu Said Al Khudri, ia berkata, pada suatu hari kami pernah mengerjakan sholat bersama Rasulullah saw. Setelah mengerjakan beberapa bagian dari sholat, beliau melepaskan kedua sandalnya lalu meletakkannya di sebelah kirinya. Ketika orang-orang menyaksikan hal tersebut, mereka pun melepaskan sandal mereka. Setelah mengerjakan sholat beliau bertanya, mengapa kalian melepaskan sandal kalian? Mereka menjawab, kami melihatmu melepaskan sendalmu sehingga kami pun melepaskan sandal kami. Maka beliau bersabda, sesungguhnya Jibril telah mendatangiku sambil mengatakan kepadaku bahwa pada kedua sendalku itu terdapat kotoran sehingga aku pun melepaskan keduanya. Oleh karena itu barang siapa dia ntara kalian yang mendatangi masjid maka hendaklah dia melihat kedua sendalnya. Jika melihat kotoran pada keduanya, atau beliau bersabda najis, hendaklah menghilangkannya kemudian mengerjakan sholat dengan menggunakan keduanya. سنن الدارمى - (ج 4 / ص 211)

11452- فَإِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقْلِبْ نَعْلَيْهِ فَلْيَنْظُرْ فِيهِمَا فَإِنْ رَأَى فِيهَا خَبَثاً فَلْيَمْسَحْهُ بِالأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيهِمَا ».
Jika  salah seorang di antara kalian datang ke masjid, hendaklah ia membalik sandal dan melihatnya. Jika melihat kotoran padanya, hendaklah  ia gosokkan ke tanah, lalu sholat dengannya. مسند أحمد - (ج 23 / ص 484)

والنَّجَاسَاتُ جَمْعُ نَجَاسَةٍ وَهِيَّ كُلُّ شئٍ يَسْتَقْذِرُهُ أَهْلُ الطَّبَائِعِ السَّلِيْمَةِ وَيَتَحَفَّظُون عَنْهُ وَيَغْسِلون الثِّيَابَ إذا أصَابَهَا كالعَذِرَةِ والبَوْلِ
An Najaasaat adalah bentuk jamak dari najasah, yaitu semua yang dianggap menjijikkan oleh orang yang bertabiat normal. Mereka menjaga diri darinya dan mencuci pakaian mereka jika terkena olehnya, seperti kotoran dan air seni. الرَّوْضَةُ النَّدِيَّةُ - (ج 1 / ص 15)

الأصل في الأشياء الإباحة و الطهارة فمن زَعَمَ نَجَاسَةُ عَيْنٍ ما فَعَلَيْهِ باِلدَّلِيْلِ فإنْ نَهَضَ به فذلك وإن عَجَزَ عَنْهُ أَوْ جَاءَ بِمَا لا تَقُوْمُ بِهِ الْحُجَّةُ فَالْوَاجِبُ عَلَيْنَا الوُقُوْفُ على يَقْتَضِيْهِ الأَصْلُ والبراءةَ لِأَنَّ الْحُكْمَ بِا لنَّجَاسَةِ حُكْمٌ تَكْلِيْفِيٌ تَعُمُّ بهِ الْبَلْوَى فلا يَحِلُّ بَعْدَ قِيَامِ الْحُجَّةِ
Hukum asal sesuatu adalah boleh dan suci, barang siapa menyatakan najisnya suatu materi, maka ia harus mendatangkan dalil, jika sesuai ia benar, namun bila tidak bisa, atau ia membawakan sesuatu yang tidak bisa dijadikan hujjah, maka kita wajib mengikuti hukum asal al bara-ah al ashliyyah (yaitu seorang hamba tidak dikenai kewajiban hukum hingga datangnya dalil, karena hukum najis adalah hukum pembebanan yang terkait dengan seharusnya diketahui oleh semua orang, maka tidak boleh mengatakan tentang najisnya sesuatu kecuali dengan dalil. الروضة الندية - (ج 1 / ص 15)

Cara membersihkan najis itu sudah diatur di dalam agama. Karena Allah telah mengajarkan kepada kita tentang kenajisan suatu materi. Ia pula yang mengajarkan kita cara bersuci darinya. Tidak boleh seseorang menggunakan akal pikiran dalam pembersihan suatu materi dengan menggunakan akalnya. Contoh :

677 - وَحَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ ».
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, cara menyucikan bejana di antara kalian jika dijilat anjing adalah membasuhnya tujuh kali, yang pertama dengan tanah.
 صحيح مسلم - (ج 1 / ص 162)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ حَدَّثَنِي حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ ابْنُ عُمَرَ كُنْتُ أَبِيتُ فِي الْمَسْجِدِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُنْتُ فَتًى شَابًّا عَزَبًا وَكَانَتْ الْكِلَابُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ
Dari Ibnu Umar, adalah anjing kencing, datang dan pergi dalam masjid di zaman Rasulullah saw tetapi sahabat tidak menyiramnya sedikitpun dari kencingnya. (HR Abu Dawud)

Cara membersihkan air kencing.
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ وَهُوَ عَمُّ إِسْحَقَ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْ مَهْ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَمَرَ رَجُلًا مِنْ الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ
Ketika kami sedang duduk di masjid bersama Rasulullah saw, tiba-tiba orang Arab Badui datang, kemudian buang air kecil di masjid. Sahabat-sahabat Rasulullah saw berkata, Ah, Ah, Rasulullah saw bersabda, kalian jangan menghentikan dia, biarkan dia. Para sahabat membiarkan orang Arab Badui tadi hingga selesai buang air kecil. Setelah itu Rasulullah saw memanggil orang Arab Badui tadi dan bersabda kepadanya. Sesungguhnya masjid ini tidak pantas terkena sesuatu apapun dari air kencing dan kotoran, karena إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ  masjid itu untuk zikir kepada Allah wa jalla, sholat dan membaca Al Qur'an, atau seperti yang disabdakan Rasulullah saw. Setelah itu Rasulullah saw menyuruh seorang sahabat (mengambil air) lalu sahabat tersebut datang dengan membawa timba berisi air dan menyiram (tempat kencing orang Arab Badui tadi). (HR Muslim)

حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بن الْفَضْلِ الأَسْفَاطِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بن أَبِي أُوَيْسٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ ثَوْرِ بن زَيْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْرَابِيٌّ فَبَايَعَهُ فِي الْمَسْجِدِ، ثُمَّ انْصَرَفَ فَقَامَ فَفَحَّجَ، ثُمَّ بَالَ فَهَمَّ النَّاسُ بِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لا تَقْطَعُوا عَلَى الرَّجُلِ بَوْلَهُ، ثُمَّ قَالَ:أَلَسْتَ بِمُسْلِمٍ؟قَالَ: بَلَى، قَالَ:مَا حَمَلَكَ عَلَى أَنْ بُلْتَ فِي مَسْجِدِنَا؟قَالَ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا ظَنَنْتُهُ إِلا صَعِيدًا مِنَ الصُّعُدَاتِ، فَبُلْتُ فِيهِ، فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذُنُوبٍ منْ مَاءٍ فَصُبَّ عَلَى بَوْلِهِ .
Dari Ibnu Abbas ia berkata, salah seorang Arab Badui datang kepada Nabi saw lalu beliau membaitnya di masjid. Setelah itu orang Arab Badui itu pergi, berdiri dengan congkak, dan buang air kecil, orang-orang bermaksud menghentikan kencingnya. Namun nabi saw  bersabda, kalian jangan menghentikan kencing orang Arab Badui tersebut. Nabi saw bersabda lagi kepada orang Arab Badui tersebut, bukankah engkau orang muslim? Orang Arab Badui tersebut menjawab, Ya, betul, Nabi saw bersabda, apa yang mendorongmu buang air kecil di masjid kami? Orang Arab Badui tersebut berkata, demi zat yang mengutusmu membawa kebenaran, aku pikir masjid ini hanya tanah biasa dari tanah-tanah yang ada, karena itu aku buang air kecil di dalamnya. Kemudian Nabi saw menyuruh (meminta) setimba air lalu disiramkan di atas tempat kencing orang Arab Badui tersebut. المعجم الكبير للطبراني - (ج 9 / ص 420)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ قَرَأْتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَافِعٍ أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
Rasulullah saw bersabda, Jangan kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan jangan kalian jadikan kuburanku tempat pertemuan, dan bersholawatlah kepadaku, dan sesungguhnya sholawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalian berada.            (HR Abu Daud)  سنن النَسائى - (ج 1 / ص 497)

Kencing Bayi
306 - أَخْبَرَنَا مُجَاهِدُ بْنُ مُوسَى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِىٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنِى مُحِلُّ بْنُ خَلِيفَةَ قَالَ حَدَّثَنِى أَبُو السَّمْحِ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ ».
Air kencing bayi perempuan dicuci, sedangkan air kencing bayi laki-laki diperciki.
Madzi
115 - حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عُبَيْدٍ هُوَ ابْنُ السَّبَّاقِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ كُنْتُ أَلْقَى مِنَ الْمَذْىِ شِدَّةً وَعَنَاءً فَكُنْتُ أُكْثِرُ مِنْهُ الْغُسْلَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَسَأَلْتُهُ عَنْهُ فَقَالَ « إِنَّمَا يُجْزِئُكَ مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءُ ». فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ بِمَا يُصِيبُ ثَوْبِى مِنْهُ قَالَ « يَكْفِيكَ أَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهِ ثَوْبَكَ حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَ مِنْهُ ».
Dari Sahl bin Hunaif, dia berkata, aku mengalami kesulitan karena madzi, karenanya kuadukan masalahnya ini kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda, cukuplah bagimu wudhu. Aku berkata, wahai Rasulullah bagaimana yang mengenai pakaian saya? Beliau bersabda, cukup ambil segenggam air lalu guyurkan percikkan pada pakaianmu yang terkena olehnya. سنن الترمذى - (ج 1 / ص 200)

Darah Haid
701 - وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ ح وَحَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ - وَاللَّفْظُ لَهُ - حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ قَالَ حَدَّثَتْنِى فَاطِمَةُ عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ « تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ ».

Dari asma binti Abu bakar rh, ia berkata, seorang wanita datang kepada Nabi saw lalu berkata, baju salah seorang diantara kami terkena darah haid, apakah yang harus dia lakukan? Keriklah kucek dengan air, lalu guyurlah, kemudian sholatlah dengan baju itu.
سنن النَسائى - (ج 1 / ص 497)

9001- حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ الضَّبِّىُّ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى جَعْفَرٍ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ خَوْلَةَ بِنْتَ يَسَارٍ أَتَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ لِى إِلاَّ ثَوْبٌ وَاحِدٌ وَأَنَا أَحِيضُ فِيهِ. قَالَ « فَإِذَا طَهُرْتِ فَاغْسِلِى مَوْضِعَ الدَّمِ ثُمَّ صَلِّى فِيهِ ». قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَخْرُجْ أَثَرُهُ قَالَ « يَكْفِيكِ الْمَاءُ وَلاَ يَضُرُّكِ أَثَرُهُ ».
Dari Abu hurairah rh, Khaulah binti Yasar berkata, wahai Rasulullah saya hanya mempunyai satu baju, saya memakainya ketika haid. Beliau bersabda, jika engkau telah suci cucilah tempat yang terkena darah itu, lalu sholatlah dengannya. Dia berkata, Wahai Rasulullah jika bekasnya tidak hilang? Beliau bersabda, air telah mencukupimu dan bekasnya tidak masalah bagimu. مسند أحمد - (ج 19 / ص 32)

Baju Perempuan yang Panjang
383 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَارَةَ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أُمِّ وَلَدٍ لإِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهَا سَأَلَتْ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ إِنِّى امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِى وَأَمْشِى فِى الْمَكَانِ الْقَذِرِ. فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ ».
Dari Ummu Walad (budak yang melahirkan majikannya) milik Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, dia berkata kepada Ummu Salamah, istri Nabi saw, saya adalah wanita yang berpakaian panjang dan saya berjalan di tempat kotor. Ummu Salamah rha mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, ujung pakaian yang terkena kotoran tadi disucikan oleh tanah yang berikutnya. سنن أبى داود - (ج 2 / ص 25)