Alamat :

بسم الله الرحمن الرحيم

Majelis Ta’lim

AL-KAAFUUR

الكافور

ان الابراريشربون من كاس كان مزاجها كا فورا    الانسان : ه

DESA PAMULIHAN KECAMATAN PAMULIHAN – SUMEDANG TELP : (022)7911943

Selasa, 12 April 2011

Bab Sholat

Berlalu di depan Orang yang Sedang Sholat
سنن أبى داود - (ج 2 / ص 456)
700 - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ - يَعْنِى ابْنَ الْمُغِيرَةِ - عَنْ حُمَيْدٍ - يَعْنِى ابْنَ هِلاَلٍ - قَالَ قَالَ أَبُو صَالِحٍ أُحَدِّثُكَ عَمَّا رَأَيْتُ مِنْ أَبِى سَعِيدٍ وَسَمِعْتُهُ مِنْهُ دَخَلَ أَبُو سَعِيدٍ عَلَى مَرْوَانَ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَىْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْ فِى نَحْرِهِ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ »
Dari Abu Said dia berkata, aku mendengar Nabi saw bersabda, Apabila salah seorang di antara kamu dengan menghadap ke sesuatu yang mendindinginya dari (lintasan) manusia, kemudian ada seorang yang hendak berjalan di depannya, maka hendaklah dia mencegahnya, bila menolak maka hendaklah dia melawannya, karena sesungguhnya dia itu setan.
نيل الأوطار - (ج 4 / ص 212)
" فَلَا يَجُوزُ الدَّفْعُ وَالْمُقَاتَلَةُ إلَّا لِمَنْ كَانَ لَهُ سُتْرَةٌ .
Tidak boleh mencegah dan melawan kecuali bagi orang yang sholat dengan menggunakan
sutrah.
قَالَ النَّوَوِيُّ : وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ هَذَا كُلَّهُ لِمَنْ لَمْ يُفَرِّطْ فِي صَلَاتِهِ بَلْ احْتَاطَ وَصَلَّى إلَى سُتْرَةٍ أَوْ فِي مَكَان يَأْمَنُ الْمُرُورَ بَيْنَ
An Nawawi berkata, mereka sepakat bahwa semua ini ditujukan kepada orang yang tidak ingin berbuat kelewat batas  dalam sholatnya, tapi ingin berhati-hati dengan sholat menghadap ke sutrah atau di tempat yang tidak diganggu oleh berlalunya orang lain di depannya.
ظَاهِرُ النَّهْيِ التَّحْرِيمُ
Sabda Nabi saw jangan membiarkan seorang pun berlalu di depannya. Zhohir larangan ini adalah pengharaman.
قَوْلُهُ : ( فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ ) وَفِيهِ أَنَّهُ يُدَافِعُهُ أَوَّلَا بِمَا دُونَ الْقَتْلِ فَيَبْدَأُ بِأَسْهَلِ الْوُجُوهِ ثُمَّ يَنْتَقِلُ إلَى الْأَشَدِّ فَالْأَشَدِّ إلَى حَدِّ الْقَتْلِ .
Sabda beliau, apabila ia menolak maka lawanlah, didalamnya terkandung pengertian bahwa dia dapat mencegahnya dan tidak membunuhnya. Dalam mencegah itu dia dapat memulai dengan cara yang mudah, baru beralih dengan cara yang keras, dan yang paling keras adalah membunuhnya.
قَالَ الْقَاضِي عِيَاضٌ وَالْقُرْطُبِيُّ : وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ لَا يَلْزَمُهُ أَنْ يُقَاتِلَهُ بِالسِّلَاحِ لِمُخَالَفَةِ ذَلِكَ لِقَاعِدَةِ الْإِقْبَالِ عَلَى الصَّلَاةِ وَالِاشْتِغَال بِهَا
Al Qodhy bin Iyad dan Al Qurhtuby berkata, mereka sepakat bahwa dia tidak harus  melawannya dengan menggunakan senjata, karena hal ini dianggap bertentangan  dengan kaidah yang harus menghadap ke kiblat dalam sholat dan mengkhususkan diri dalam amaliyah sholat.
وَأَطْلَقَ جَمَاعَةٌ مِنْ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ لَهُ أَنْ يُقَاتِلَهُ حَقِيقَةً ،
Sejumlah orang dari Mazhab Syafei menetapkan bahwa dia benar-benar bisa membunuhnya.
وَاسْتَبْعَدَ ذَلِكَ ابْنُ الْعَرَبِيِّ وَقَالَ : الْمُرَادُ بِالْمُقَاتَلَةِ الْمُدَافَعَةُ
Namun Ibnu Araby menganggap hal ini tidak mungkin, dia berkata, maksud muqotallah di sini adalah mencegah.
نيل الأوطار - (ج 4 / ص 212)
، وَأَغْرَبَ الْبَاجِيَّ فَقَالَ : يُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِالْمُقَاتَلَةِ اللَّعْنَ أَوْ التَّعْنِيفَ .
Al Bajy juga mengganggap pendapat itu aneh, maka dia berkata, kemungkinan maksud Muqotallah di sini adalah laknat atau celaan.
وَتَعَقَّبَهُ الْحَافِظُ بِأَنَّهُ يَسْتَلْزِمُ التَّكَلُّمَ فِي الصَّلَاةِ وَهُوَ مُبْطِلٌ بِخِلَافِ الْفِعْلِ الْيَسِيرِ
Al Hafidz menambahkan lagi, kalau dia sampai berbicara dalam sholat, hal itu membatalkan sholatnya, karena dianggap bukan lagi pekerjaan yang ringan.
وَقَدْ رَوَى الْإِسْمَاعِيلِيُّ بِلَفْظِ : " فَإِنْ أَبَى فَلْيَجْعَلْ يَدَهُ فِي صَدْرِهِ وَلْيَدْفَعْهُ "
Al Ismail meriwayatkan dengan lafadz, beliau bersabda, Bila menolak, hendaklah diletakkan tangannya di dada orang yang berlalu, lalu hendaklah dia mencegahnya.
وَهُوَ صَرِيحٌ فِي الدَّفْعِ بِالْيَدِ ، وَكَذَلِكَ فَعَلَ أَبُو سَعِيدٍ بِالْغُلَامِ الَّذِي أَرَادَ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَإِنَّهُ دَفَعَهُ فِي صَدْرِهِ ثُمَّ عَادَ فَدَفَعَهُ أَشَدَّ مِنْ الْأُولَى كَمَا فِي الْبُخَارِيِّ وَغَيْرِهِ
Hadits ini dengan gamblang dengan tangan untuk mencegahnya. Begitu pula yang dilakukan oleh Abu Said terhadap anak kecil yang hendak berlalu di depannya, maka Abu Said meletakkan tangan di dada anak itu, kemudian si anak kembali lagi hendak berlalu, maka abu Said mencegah dengan cegahan lebih keras dari yang pertama.
نيل الأوطار - (ج 4 / ص 213)
قَوْلُهُ : ( فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ ) قَالَ الْحَافِظُ : إطْلَاقُ الشَّيْطَانِ عَلَى الْمَارِّ مِنْ الْإِنْسِ شَائِعٌ ذَائِعٌ ، وَقَدْ جَاءَ فِي الْقُرْآنِ قَوْله تَعَالَى : { شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ } وَسَبَبُ إطْلَاقِهِ عَلَيْهِ أَنَّهُ فَعَلَ فِعْلَ الشَّيْطَانِ وَقِيلَ : مَعْنَاهُ إنَّمَا حَمَلَهُ عَلَى مُرُورِهِ وَامْتِنَاعِهِ مِنْ الرُّجُوعِ الشَّيْطَانُ .
Sabda beliau karena sesungguhya ia itu setan, disebutkan setan bagi orang yang berlalu di depan orang yang sedang sholat sudah hal yang lumrah. Di dalam Al Qur'an juga disebutkan setan-setan dari jenis manusia dan jin, sebab disebutkan setan, karena dia telah melakukan apa yang biasa dilakukan setan. Ada yang berpendapat bahwa maknaya ditafsiri berdasarkan perbuatannya yang berlalu di depan orang yang sedang sholat, dan penolakannya dari mengulang perbuatan itu kemballi, baru dinamakan setan.
نيل الأوطار - (ج 4 / ص 213)
وَقَالَ ابْنُ بَطَّالٍ : فِي هَذَا الْحَدِيثِ جَوَازُ إطْلَاقِ لَفْظِ الشَّيْطَانِ عَلَى مَنْ يُفْتَنُ فِي الدِّينِ
Ibnu Bathal berkata, dalam hadits ini terkandung suatu pengertian tentang diperbolehkannya menggunakan sebutan setan terhadap orang yang menggangu urusan agama.
قَالَ الْحَافِظُ : وَهُوَ مَبْنِيٌّ عَلَى أَنَّ لَفْظَ الشَّيْطَانِ يُطْلَقُ حَقِيقَةً عَلَى الْإِنْسِيِّ وَمَجَازًا عَلَى الْجِنِّيِّ ، وَفِيهِ بَحْثٌ .
وَقِيلَ : الْمُرَادُ بِالشَّيْطَانِ الْقَرِينُ كَمَا فِي الْحَدِيثِ الْأَوَّلِ .
Al Hafidz berkata, hal ini dengan pertimbangan bahwa sebutan setan secara hakiki bisa di berikan kepada manusia, dan dikiyaskan kepada jin.
نيل الأوطار - (ج 4 / ص 213)
وَقَدْ اسْتَنْبَطَ ابْنُ أَبِي جَمْرَةَ مِنْ قَوْلِهِ : " فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ " أَنَّ الْمُرَادَ بِالْمُقَاتَلَةِ : الْمُدَافَعَةُ اللَّطِيفَةُ لَا حَقِيقَةَ الْقِتَالِ ؛ لِأَنَّ مُقَاتَلَةَ الشَّيْطَانِ إِمَّا هِيَ بِالِاسْتِعَاذَةِ وَالتَّسَتُّرِ عَنْهُ بِالتَّسْمِيَةِ وَنَحْوِهَا
Ibnu Abi Jumrah menyimpulkan dari sabda beliau ini, bahwa yang dimaksud muqotallah di sini adalah mencegah dengan cara yang halus, bukan memerangi secara hakiki, sebab menghadapi setan ialah dengan cara ta'awudz dan menghindarinya dengan cara menyebut Asma Allah serta yang lainnya.
قَالَ : وَهَلْ الْمُقَاتَلَةُ
لِخَلَلٍ يَقَعُ فِي صَلَاةِ الْمُصَلِّي مِنْ الْمُرُورِ أَوْ لِدَفْعِ الْإِثْمِ عَنْ الْمَارِّ ؟ الظَّاهِرُ الثَّانِي ا هـ .
Dia berkata, adakah muqotallah harus dilakukan untuk mencegah rusaknya sholat karena adanya orang lain yang berlalu didepannya, ataukan lebih penting mencegah kedosaan orang lain yang berlalu sebagaimana fenomena  kedua?
قَالَ الْحَافِظُ : وَقَالَ غَيْرُهُ : بَلْ الْأَوَّلُ أَظْهَرُ ؛ لِأَنَّ إقْبَالَ الْمُصَلِّي عَلَى صَلَاتِهِ أَوْلَى مِنْ اشْتِغَالِهِ بِدَفْعِ الْإِثْمِ عَنْ غَيْرِهِ .
Al Hafid berkata, yang pertama harus didahulukan, sebab kosentrasi orang yang sedang sholat terhadapa sholatnya lebih penting dari pada kesibukannya menghalau kedosaan orang lain. نيل الأوطار - (ج 4 / ص 214)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar